Senin, 17 November 2008

dulu

Cerita Tanggal 20 Mei

Kurasa tak ada ‘Setan’ dihari itu, aku ragu apa yang membuatku terbangun sepagi ini. Apakah jumlah Malaikat dikamarku kian banyak? Ataukah Setan tak lagi peduli, karena aku akan tetap seperti itu, walau tanpa mereka goda? Entahlah….

Apapun itu terserah, aku pun mencoba untuk tak terlalu repot, kubiasakan hal yang tak biasa itu, karena mungkin dalam setahun itu, itulah aku yang sangat sadar untuk bangun dan berkata “Akhirnya Sholat Subuh..!!!”.

Air di pagi itu, sangat dingin dan rasanya sangat tak bersahabat, aku ingin mandi dan mengakhiri anyirnya aroma tak sedap tubuhku yang belum mandi dari kemarin. “Aku ingin ada saat mereka ada”, itu kataku saat itu.

Dipagi itu, sebenarnya aku tahu apa yang membuatku bangun sepagi ini, aku tahu apa yang membuatku berarti untuk bangun sepagi ini, walau mungkin ada yang tak menyadarinya.

Dan tibalah aku disana, kupijakan kakiku ini. Terasa kaku memang, “apakah aku telah ‘gila’?” “Apakah aku sedang ‘sakit’?”, kalimat tanya yang terus saja terulang. Iseng kusentuh kepalaku, tak kurasa panas berlebih, malah kurasa aku kedinginan, tapi bukan karena demam.

Kulihat, dan itulah Ia, seseorang yang rasanya sangat penting untuk ada. Senyum sederhana yang selalu ingin kulihat, “Senyum sempurna yang ada untuk merapuhkanku”, menurutku. Langkah, kulangkahkan sekali lagi, masih agak aneh, tapi mencoba untuk tak lebih peduli. Kubiarkan, aku ada karena aku menyukainya. Bukan untuk siapa-siapa, tapi hanya untukku yang telah jatuh hati padanya, jika saja saat itu ia tahu tentang kerinduanku padanya.

Kulewati pagi dan siang itu. Kubiarkan berlalu, tak banyak hal ‘lebih’ pada hari itu, yang kuingat hanya satu kalimat gurauan seorang teman yang membuatku ‘mati’ sesaat, saat teman itu mengucapkan sesuatu yang membuatnya menatapku. Waktu itu entah kemana pikiranku, aku diam dan hanya tersenyum. Aku terlalu payah., tubuhku hanya gemetar dan kaku, terlebih lagi lidahku yang berakhir dalam kebekuan.

Senja itu, sepi memang, rasanya aku sakit dihari itu. Dari pagi sampai senja itu tersenyum padaku, aku tak tahu apa yang berjalan dikepalaku. Apakah ia, apakah itu, ataukah lainnya, entahlah. Tak ada yang pasti dengan apa yang kupahami saat itu, membingungkan.

Dan malamku datang, kulihat dan coba merasa . aku tak yakin dengan diriku disaat itu, apakah aku memang sakit atau hanya ‘sakit’? Ia tak bisa kurasa, sepertinya kejadian menjelang sore itu, ternyata aku tak terlalu suka cara ia memandangku saat itu. Aku tak suka, aku tak sangat rendah untuk dipandang seperti itu, mungkin…

Lupakan, itulah yang kulakukan dimalam itu, ini sudah malam, namun sadarku tak juga lelah, ‘ia’ masih sangat sadar untuk membuatku sadar. Kupandangi Tv, sedikit kurelax’kan pikiran ini sambil membaca, bukan cerita berat, hanya sebuah novel pendek berjudul ‘Vanya’. Itu punya saudaraku, tapi kuminta waktu ia mau pulang ke Cirebon (kuliahnya udah selese).

Ia datang, aku sangat terkejut, ternyata semalam ini ia belum juga tidur, apakah tak ada arti lelah dipikirannya (ternyata tidur siang), ataukah karena ia telah terbiasa..? Entah…

Segelas kopi dan sebuah buku, yang menurutku sangat tebal. Maaf saja, aku tak begitu paham dengan yang disebut tebal, karena yang pernah kubaca hanya komik (cuma pake nomer,1,2,3 dst), jadi tak ada istilah tebal (adanya banyak). Buku itu bersampul hitam dan bertuliskan dengan tinta warna emas, sedikit kutengok dan coba membaca judulnya.. “Fiqih Wanita”, Wow, bener-bener kaffah, “itukah yang engkau yakini” pikiranku disaat itu, memang tak terlalu sangat terkejut, jika ada yang membuatku terkejut adalah jarak yang rasanya terlalu jauh untuk bisa kukejar (Ohhh Tuhan, ini berbeda sekali). Walau dengan sangat kencangnya kuberlari, aku tak yakin jika langkahku mampu segaris dengannya..

Ia duduk disebelahku, dikursi yang sama. Rasanya aku dan dia mencoba membuat diri ini terasa nyaman, tak ada kata-kata yang bisa kuucap, aku terlalu kaku, “Dia ada disebalmu Deni!!!”. Kata-kata itu terus bicara, tak bisa kubuat diam. Saat itu, karena terlalu sibuk menyuruh sesuatu yang tak bisa kusuruh.. Aku terkejut dan sangat kaget saat ia bertanya..

“baca apaan?”

aku hanya menjawab “oh ini, novel lucu”

Cuma itu, cuma itu yang bisa kujawab..

Payah sekali…..Huakakakakakakaka

Dan ia pun pergi, aku sekali lagi menyesal, membodoh-bodohi diri sendiri. Tak pernah mampu mengatakan padanya “Assalamuallaikum nonn manis yang berjilbab, aku menyukaimu”. Itu saja, itupun kalau sangat berani. WKekekekekeke.

Sudah dan sepertinya sudah, ia tak mungkin lagi ada dikursi ini, dan kuakhiri pula apa yang kubaca, menonton Tv sekali lagi, tapi lebih serius. Liga inggris (lupa sapa lawan sapanya). Aku tak ingat itu jam berapa, kurasa diatas jam 11 malam.

Sesaat, waktu terasa cepat berlalu…

Pintu kamar tempat ia tidur diketuk, ternyata temanku mengetuk kamarnya, seorang teman yang juga mengharapkannya,He.2006x, aku ada dibelakang pertunjukan itu, duduk manis dan berfikir dengan semua kekalahan, habis, maka biarlah jika itu ada.

Sakit..? Memang, malah aneh jika tidak merasakannya, entah karena aku yang terlalu bodoh atau memang aku merancang diriku dengan kenaifan itu. Mungkin jika ada hal yang sedikit kupahami adalah aku yang tak pernah berfikir jika aku ada dalam ‘keberbedaan’ dengannya…

Mungkin jika ada, aku tak terlalu berkenan untuk ‘ada’

Tak ada makna dalam rangkaian kata-kata (kosong)..

Maka tiadalah kalimat “Apa kabar Cinta..?”

Tak ada, dan tak ada lainnya… Berakhir dalam per’andai’an sekali lagi..

Ahhh.............................

Tidak ada komentar: