Sabtu, 25 April 2009

Falling

Part 1. Falling Into Memory


Ahh, kukira semuanya menjadi yang mudah untuk dilupakan.. Namun ternyata semua yang pernah melewatiku, berubah seperti karang, biar kualirkan begitu kuatnya hasrat ingin melupakan, namun tak juga bergeming merapuh. Dia menjadi semakin kasar dan kuat dalam urat nadiku. Mungkin benar, melupakan selalu pasti berakhir dalam ingin, dalam nyata tak sekalipun itu ada dan terjadi. Tak bisa kujauhkan namun mudah untuk kudekatkan, apakah hal itu menjadi sakit untuk selamanya?


Dentangan jam yang nyaring kudengar, tak kukira jika bunyinya sekasar itu, dan tak kukira pula jika nyaring suara itu hanya mengingatkan banyaknya waktu yang pernah dilewati, namun tak sekalipun mengalirkan sebuah dongeng yang baru. Ini, dan ini-ini yang lainnya.. Apakah menjadi sebuah kesalahan yang fatal jika yang ada untuk dirindu adalah bayangan yang ternyata menyakitkan? Ahh, aku ternyata terlalu banyak bertannya.. Bukankah semua hal terkadang menjadi hal yang asing, tak bisa dilupakan, namun untuk dirindu adalah kemudahan biar pun itu salah. Aku hilang dalam mimpi dan nyata seseorang.



Part 2. Falling Into Infinity


Alunan yang khas, tanpa ada nyanyian disana, namun aku ada untuk bercerita, aku ada untuk menceritakan semua yang pernah ada itu. Maaf aku sedikit melupakan, dan maaf jika cerita itu tak seindah bayangan kesempurnaan yang pernah kalian impikan dalam bangun atau pun mimpi kalian. Aku hanya ingin bercerita, tentang cerita yang singkat, tentang cerita pendek yang selalu bisa kuingat hingga sekarang.. Cerita tentang waktu bernama senja, tentang keasingannya yang gelap, tentang rindu yang tak kuyakini adalah benar. Aku hanya bisa berdiri disatu pintu, tempat persimpangan mimpiku yang selalu hilang setiap ia melewatiku. Aku tak lagi bisa melihat burung-burung yang bernyanyi, yang kudengar hanya nyanyian anak-anak yang selalu menciptakan keramaian, sebuah keramaian yang membuatku tak bisa mendengar detak jantungnya.


Mungkin ataupun yang lainnya, aku tak lagi menemukan apa yang lama kuyakini itu, ternyata aku telah melihatnya sebagai sebuah kehadiran yang berbeda, ternyata wujud yang biasa itu telah kutemukan saat semua hal semakin tak kumengerti. Kemanakah semuanya akan bermuara?, tak sekalipun aku meminta jika rindu adalah yang nyata untuk kurasakan saat itu, aku hanyalah ingin bisa melihat, ingin bisa mendengar, namun aku tak sekalipun berangan yang ’hadir’ itu bisa membuatku sesadar ini. Aku tak pernah merasa jika itu telah menjadi yang ’hilang’ untukku, namun apa yang tertawarkan hanyalah sebuah ilusi yang membuatku putus asa, tanpa meninggalkan satu cerita perngharapan yang bisa membuatku lebih lama berharap. Kita memang berbeda, andai saja ada satu hal yang bisa kulihat sebagai ketersamaan, dan jika yang sama itu bukan hanya wujud kita yang manusia. Aku ingin persamaan yang lebih dari itu, sesuatu yang membuatku berani untuk menunggu, sesuatu yang membuatku bisa setia menantikanmu biar dalam keasingan yang paling nyata.


Oh, cinta

Kau tarik lenganku,

Kemanakah engkau akan meletakanku?

Jangan menawariku wanginya harapan

Jika tak sungguh ada untuk diharapkan.

Agustus

Sebuah Kisah lalu, Sebuah Catatan Lama


Kulihat, ia kulihat sangat dekat.. Tak begitu jauh jarak biar pun ada.. Kenapa, kenapa jika semuanya menjadi yang sakit seperti ini..? Kukira aku telah mampu menatapnya menjadi yang lalu.. Namun sayang tak sedikit pun hal kutemukan berbeda, ternyata aku masihlah sama, ternyata aku masih menyimpan apa yang kuanggap kecil.. Sekarang, semuanya menjadi keanehan saat kubuka mata lebih lebar, ternyata tak ada ruang yang tak ada dirinya.. Ternyata jauh sebelum pertemuan ini, aku telah meresapinya dalam semua bahasa di nadi hidupku...


Jelas, apakah memang telah sangat jelas dengan apa yang terlukis disana..? Ternyata tak sungguh ada untuk beranjak, aku masihlah hidup dimasa lalu, dimana kata penyesalan itu berawal.. Tak banyak kata, terlalu kaku dan memang aku ada dalam kekakuan itu. Sepi, dalam sepi itu kupikir aku telah kuat, telah mampu untuk menatapnya hanya sebagai 'kisah', dan takan pernah lebih dari itu.. Kukira aku hidup dalam nyata yang memang nyata, namun ternyata aku masih bermimpi saat menatapnya dengan hasrat yang masih sama. Aku tak pernah menemukan bahasa yang bisa ia dengar. aku hilang seiring keraguan itu merayap masuk dalam setiap pori hidupku.


Andai, dalam pengandaian yang tak pernah berubah, dalam kalimat yang semakin tak kumengerti.. Dimanakah aku sekarang, apakah semuanya hanya untuk mengajariku penyesalan yang bodoh? Entahlah.. Jika saja ‘dinding’ itu berpintu, jika saja semua hal mudah untuk disentuh, jika saja harapanku tak sungguh lusuh, jika…….. dan jika-jika lainnya…… yang tak pernah berbatas.


Detik ini, dalam detik yang tak pernah beranjak, aku ingin menangis, tapi sayang aku tak bisa menangis, karena air itu tak lagi ada, kering dalam perandaian yang hanya andai..

Kelabu

Kamu


Kamu, masih ingatkah kamu akan apa yang lalu itu? Kamu yang dulu terlalu cepat berharap, terlalu cepat merasa puas dan terlalu cepat merasa memiliki. Masih ingatkah kamu apa yang terjadi beberapa tahun silam? Dimana kamu menemukan apa yang bisa engkau sebut kebahagiaan, dan dengan sangat percaya diri jika hatinya telah jatuh dalam dekapanmu yang kosong.? Kamu terlalu bermimpi teman.


Ya dahulu kala, saat itu kamu yang begitu ‘kosong’ hanya karena merasa tak lagi mampu berharap. Yang ‘putih’, yang begitu membuatku jatuh hati tak ada lagi dalam kekosongan karena seorang temanmu telah mendapatkan perhatianya. Kamu sakit saat itu, kamu tak mampu untuk tetap menatap tegak. Ya kamu telah kalah saat itu. tapi bukan itu yang ingin kuingatkan padamu, bukan tentang sebuah kekaguman yang masih engkau simpan pada yang ‘putih’ itu, tapi cerita setelahnya yang membuatmu belajar untuk mengumpat dan membeci. Kamu masih membencinya, karena harga dirimu tak lagi utuh, kamu telah menjadi pecundang dalam sebuah pertunjukan yang peranmu hanyalah sebagai figuran.


Dia yang kamu kenal, dan menjadi penumpang setiamu selama kerja nyata itu. Dia yang awalnya menawarkan diri untuk duduk setia di belakang jok sepeda motormu, dia yang tak terlalu banyak bicara tentang perasaannya padamu, dan dia yang membuatmu mengerti seberapa biasanya dirimu dihadapannya.


Suatu ketika ia pernah mengundangmu, untuk sebuah cerita yang tak ia ketahui. Kamu datang, kamu bercerita dan kamu senang dengan apa yang ada dimalam itu, walau endingnya kamu diminta pulang oleh kepala RW setempat karena sudah terlalu malam. Dan setelah itu, kamu merasa ia juga cukup mampu membuatmu jatuh hati, ia cukup mampu membuatmu berhenti berfikir tentang temannya yang tak lagi bisa diharapkan. Kamu mulai merindu, dan dalam tiap detiknya kamu mulai sering memikirkanya.


Kamu jatuh hati, dan kamu mulai ingin memilikinya dan kamu telah mulai sering berbincang denganya, padahal dulu kamu tak sekalipun melihatnya dengan penuh perhatian, karena matamu penuh dengan si bungsu asal Purworejo itu. Kamu, kamu mulai berharap, mungkin terlalu cepat tapi kamu terlanjur merasa cukup mampu membahagiakan orang. Tapi tak apalah toh dia juga terasa membuka pintu untuk engkau masuki, terlebih lagi ia pernah berkata kalau dia yang kala itu tak sedang dengan siapa-siapa.


Kamu melangkah maju menuju hatinya yang engkau rasa telah menerimamu dengan apa adanya didirimu. Hingga pada suatu ketika semua keadaan yang engkau bayangkan indah menjadi hancur dan remuk. Ia pergi tanpa permisi seperti engkau tak pernah ada. Ternyata ia kembali keseseorang yang dulu ia cintai. Tapi kamu masih ragu, kamu masih berfikir itu tidaklah mungkin, karena ia pernah bercerita jika kesendiriannya itu telah ia jalani lama.


Kamu diam, kamu hanya diam dengan apa yang mulai engkau sadari, ternyata cinta itu tak pernah ada, yang pernah terasakan hanyalah ilusi lalu yang sesaat membahagiakan. Dan saat itulah engkau terluka, namun belum sampai berfikir kalau harga dirimu terhina.


Waktu berlalu, kamu diam dan masih diam,. Coba engkau ulangi semua cerita dan kenangan yang telah ada dulu, mencari jawab , ‘kenapa?’. Ya, kenapa untuk sebuah rasa sakit yang hinggap dan meremukan harapanmu. Namun ada satu yang tak pernah berubah, ternyata kamu masih tetap berharap akan dirinya yang masih mungkin kembali dan berkata “aku ingin mendengar ceritamu lagi”.


Sayang, ya sayang, ternyata tak ada yang berubah, ia semakin melangkah menjauh, dan rasanya ia makin menikmati cintanya yang kembali, ia makin tak bisa engkau temui, ia hilang seperti embun yang dimakan matahari, lenyap tanpa bekas. Namun entah mengapa, engkau masih saja mencoba, hingga tanpa engkau sadari sakitmu makin menumpuk dan akalmu pun makin sakit, kamu menjadi aneh karena tetap merasa bisa berharap. Hey, bukannya dia pernah berkata ia yang menjadi bingung karena cinta masa lalunya, harusnya saat itu kamu berhenti, kamu mengerti jika kamu memang belum bisa dicintai.


Waktu berlalu, makin cepat, makin cepat pula membuatmu tak waras. Temanmu sering berkata kalau kamu ‘bodoh’, kamu tak harus selalu bermimpi, ia tak ada, ia tak cukup baik untuk diharapkan, karena ia hanya bermain denganmu, karena ia hanya menganggapmu sebagai pelengkap dari apa yang tidak lengkap. Kamu hanya “ban serep” dari mobil indah mereka. Kamu bodoh.


Kamu, kamu masih ingat kejadian setelah ia menyelesaikan kuliahnya? Ya, dia yang akhirnya berkata dengan sangat jujur jika ia tak pernah merasakanmu, kamu kosong baginya dan kamu hanyalah masa lalu tak terlalu penting untuk ia ingat. Kamu diam mendengar katanya, masih belum percaya dengan apa yang ia katakan, aneh dan mulai kaku untuk tersenyum, hanya menyeringai getir dengan apa yang engkau dengar pagi itu.


Dan ia pun benar hilang, ia kembali ke kampung halamanya, ia tak lagi engkau lihat, hanya sesekali pernah merasa melihatnya namun tak sungguh yakin. Engkau coba melewati masa transisi itu, masih kaku, lesu dan tanpa semangat. Namun di masa itu ada acara yang membuatmu bisa sedikit tersenyum, ya kamu melihat ‘putih’ sekali lagi, melihatnya yang begitu lucu, pipinya yang makin besar. Si ‘putih’ yang saat itu sedang bahagia, dimana dua minggu sebelumnya ia telah di wisuda.


Waktu terus berjalan, bulan-bulan berjalan. Anehnya kamu masih saja berharap. Anehnya kamu masih bermimpi jika suatu kala ia bisa engkau temui sekali lagi dengan keadaan yang lebih baik, dimana kamu lebih mampu untuk dicintai olehnya. Mungkin cinta memang gila, karena itu mulai kulihat ada padamu, kamu mulai sinting.


Kamu, apakah kamu masih ingat bulan itu, bulan dimana seorang teman dari masa lalumu berkata kalau ia sudah menikah. Kamu shoack, kamu tak percaya dengan apa yang engkau dengar itu, hingga rasa soto sapi yang begitu engkau sukai menjadi hambar tak ada rasa sama sekali. Setelah mendengar kabar itu, kamu bercerita kepada teman2 kostmu, teman2 yang mungkin sudah terlalu bosan mendengar rengekanmu. Mereka tertawa, terkekeh tanpa henti menertawai nasibmu yang lumayan tragis.


Kamu belum percaya penuh dengan apa yang teman lamamu ceritakan, kamu masih menganggap jika itu hanyalah kabar burung. Hingga pada suatu waktu di bulan Agustus, nomor handphonnya yang lama aktif kembali, kamu bertanya padanya tentang apa yang engkau dengar dari teman lamamu itu. Namun terasa aneh dengan jawaban yang ia berikan, “sekalian aja kalo aku udah punya anak”. Kamu, kamu tertawa dengan jawabanya, karena bagaimana ia bisa secepat itu memiliki anak, terakhir engkau lihat saja ia tak terlihat jika ia sedang hamil.?


Kamu senang, kamu merasa jika kamu masih bisa berharap, karena kamu menganggap apa yang teman lamamu katakan dulu kala itu hanyalah hal kosong. Ia belumlah menikah, ia masih bebas untuk diharapkan. Dan entah dengan energi dari mana kamu merercanakan untuk melangkah lebih berani, lebih nekad, lebih gila dan lebih gila-gila lainnya. Mungkin ini yang disebut cinta memang gila, menggerakan semua apa yang dimiliki, menjadikanmu memiliki insting bertahan hidup dan mencari lebih tinggi, lebih tinggi dari biasanya, mungkin inilah kamu yang paling hebat.


Kamu melangkah, berjalan ke kotanya, dengan peta arah yang ia beri padamu. Kamu melangkah kearah yang belum pernah kamu lewati. Kamu sinting. Kamu kelewat nekad. Tapi kamu hebat, karena kamu berhasil menemukannya, menemukan rumahnya hanya bermodalkan peta tak jelas. Kamu hebat teman, aku salut denganmu yang kala itu, walau pun niatmu menemuinya tidaklah 100 % karena harapan itu, tapi ada sesuatu yang belum selesai antara kamu denganya. Tapi sekali lagi kamu hebat teman. Di akhir September itu kamu menjadi seseorang yang belum pernah aku bayangkan.


Tapi bukan pengharapan yang engkau temui disana, kamu remuk, kamu remuk redam dengan apa yang engkau lihat disana. Ternyata apa yang ia ucapkan di bulan Agustus itu ternyata benar. Ia telah menikah. Ia telah mempunyai momongan. Ia telah membodohimu terlalu telak. Kamu diam, kamu hanya bisa diam memandangi apa yang engkau lihat disana. Hanya senyum getir yang kamu tunjukan dan lakukan, tak lebih dari itu. Udara disekitarmu pun terasa pengap terhirup, tak ada khayalan indah yang tersisa. Ia tak lagi bisa engkau harapkan, ia telah menjadi sesuatu yang sangat haram, biar engkau masih menginginkannya. Hening suasana di sore itu, hening tanpa kata yang mungkin senyummu terasa tulus. Kamu mulai benci karena kamu merasa di bodohi dan dipecundangi cinta. Yang pasti wajahmu kala itu sangat lucu terlihat, wajah seseorang yang kalah. Hahahaha.


Sore itu, kamu masih termangu, mencoba untuk tidak menunjukan apa yang kamu rasakan. Kamu mencoba tenang, namun tetap saja ini terlalu menyakitkan bagimu bukan? Karena baru kali ini kamu merasa percuma. Karena baru kali ini kamu merasa lengkap di tipu orang. Karena baru kali ini perjuanganmu yang begitu besar dan nekad menjadi sia-sia. Menjadi debu yang berhamburan tertiup angin sore yang dingin. Kamu, kamu ingin menangis kala itu, namun anehnya tak ada air mata yang jatuh. Yang terasa hanya dadamu yang sesak sekali.


Kamu melangkah pulang, pulang dengan wajah yang lesu. Kamu hanya termangu selama perjalanan pulang, memandangi pemandangan sekitar yang kosong. Kamu lelah, kamu hampa, hanya diam tak ada kata. Dalam hati engkau berkata “aku takan melihat ke belakang lagi, karena ini sudah cukup untuk membuatku berhenti”. Dan kamu tak lagi melihatnya, dan kamu sekarang telah berhasil menyelesaikan apa yang pernah engkau mulai dulu. Selesai dan tamat.


Dan sampailah kamu di kost’anmu setelah perjalanan empat jam yang melelahkan, dan menemukan seorang teman baikmu yang sedang duduk didepan komputernya. Kamu bercerita tentang apa yang engkau lihat kemarin. Kamu tertawa, kamu tertawa didepan temanmu, dan temanmu pun tertawa mendengar perjuanganmu kemarin. kamu dan temanmu menertawai betapa ‘bodoh’nya kenekatanmu, melangkah ke kota sebelah tanpa pernah sekalipun kesana, namun karena kebaikan Tuhan kamu menemukan rumahnya. Dan Tuhan memang Maha Adil, Tuhan memberimu jawaban atas pertanyaan yang selalu datang di otakmu. Mungkin benar yang baik tidak selalu datang dengan cara yang baik. Tapi kamu puaskan teman?


Selesai, cerita itu telah selesai. Walau dua bulan pertama adalah bulan yang sangat menyakitkan, mencari jawaban, mencari alasan. Dan kamu telah menemukannya sekarang, dan kamu telah berhenti merengek akan kisah yang telah waktu gulung dan menghilang dari hidupmu itu. Selesai. Kawan. Sekarang sudah saatnya kamu melangkah lebih pasti, karena banyak hal yang ada didepanmu menunggu untuk engkau jemput. Teman, didepan sana ada banyak hal yang kan bisa membuatmu tertawa. Jadi bolehkan aku mengajakmu untuk menikmati harapan lain yang sedang menunggu kita?


Oy, saat kamu sakit karena pertunjukan dari perjalanan empat jam’mu itu, kamu berkata jika kamu akan menunjukan padanya bahwa kamu bisa menjadi hebat dan sukses, dan ia menyesal telah membuangmu seperti sampah. Kamu lucu teman, kamu lucu jika renungan rasa sakit hanya menghadirkan kalimat murahan seperti itu. teman seharusnya kamu bisa berfikir lebih tinggi, levelmu telah naik satu tingkat, kamu telah masuk gear 1 teman. Kamu, seharusnya kamu bisa lebih baik, misal dengan rasa sakit itu bukan melulu dendam yang engkau pikirkan, tapi apa yang bisa kamu lakukan untuk membuat orang yang percaya padamu menjadi bahagia. Itu lebih baik teman, hidup itu singkat, dan mungkin sangat singkat. Jadi apa salahnya melupakan rasa sakit itu dan bagaimana membuat harimu lebih banyak senyum.? ^_^


Satu hal lagi yang ingin kukatakan padamu, terserah kamu ingin mendengarnya atau tidak..

“kamu jauh lebih beruntung, kamu datangnya dihidupnya hanya untuk merasakan sakit, sebuah rasa sakit yang membuatmu belajar”

“sedangkan dia, datang dihidupmu yang singkat, namun endingnya hanya untuk kamu benci dan hina, bukankah itu lebih menyedihkan?”


Pikirkanlah itu………. ^_^

Jogja

Sunyi, Tentangnya


Mendung, ah.. kukira hari ini tak sungguh mendung. Hanya berawan dan sedikit lembab, namun membuat suasana dihari ini terasa dingin. Dingin dan memang sangat dingin, namun kutetap saja berjalan dengan semua yang mulai kosong sekarang, mencoba menghibur diri dalam suasana yang sunyi. Sedikit cerita telah melewatiku, sederhana dan tidaklah terlalu rumit, namun sedikit itu sangatlah menyenangkanku. Dulu pernah ada sebuah pertemuan dan pertemuan itu terulang lagi untuk kali kedua, namun kali ini mulai banyak untuk diceritakan, walaupun berisi tentang cerita seorang teman dengan cinta yang masih ia rasakan, dan tentu saja masih ia syukuri karena pernah membahagiakan


Hari itu, seperti biasa aku sangat betah bermain dengan mainan baruku, ya walau tak sungguh sangat baru, hanya saja aku mulai rajin bermain. Hari itu, ada sebuah Bulletin yang masuk ke Frensterku, tak begitu jelas apa yang tertulis di Bulletin itu, karena aku yang sekarang telah lupa dengan apa yang ku baca saat itu. Sebenernya aku tak sungguh tertarik untuk membaca sebuah Bulletin, karena aku menganggap itu hanya kerjaan iseng yang tidak terlalu penting. Tapi hari itu entah mengapa aku membuka dan membacanya, mungkin karena perempuan cantik yang mengirim, walau awalnya tak sungguh tahu seberapa cantiknya dia, hanya sebuah insting seorang laki-laki kesepian, dan Alhamdulillah perempuan itu memang cantik, lebih tepatnya manis, atau yang lebih tepatnya lagi lucu.


Saat itu ia baru saja putus dengan pacar yang ia kenal semasa SMA, mungkin teman satu SMA, atau mungkin teman yang sudah kenal lama, misal SD. Alkisah, sang kekasih yang telah pergi itu menduakanya, entah dengan siapa dia diduakan aku enggan untuk menanyakan itu. Dia bercerita hubungan yang telah berjalan satu setengah tahun itu telah usai, tapi sang mantan masih mengiriminya pesan, entah lewat apa aku juga malas menanyakanya, yang pasti mantannya itu mengiriminya lagu GIGI “Kembalilah kasih”. Kadang ia bertanya kepadaku yang baru ia kenal, menanyakan makna lagu yang zaman dulu kala pernah dinyanyikan oleh Anggun C Sasmi. Karena aku orangnya sederhana dan hanya memiliki otak berintelegen rata-rata, kujawab apa yang tertulis dilirik itu saja.


“dia minta balik lagi ke kamu”


Aku tak begitu ingat apa yang perempuan itu jawab dari penjelasanku, karena aku malas untuk membuka kembali testi di Frensterku yang dulu-dulu. Apalagi cerita itu sudah lewat setahun yang lalu.


Aku menemaninya, mungkin kalau diingat sangatlah sebentar, lebih mirip sekilas info karena sangat cepatnya itu, mungkin tak sampai satu bulan perjalanan. Ya, dia hilang dari layar Frensterku setelah beberapa kali kami saling berbalas testi, dan setelah ku cek halaman muka Frensternya, ternyata ia baru saja menemukan pengganti cintanya. Satatusnya telah berubah dari Single menjadi In Relationship. Ya, dia telah menemukan apa yang ia anggap mendamaikan, karena setelah itu aku tak pernah menjumpainya lagi.


Dan setelah itu, ia kuanggap sebagai kisah singkat, tapi setidaknya ku tahu kalau ada seorang Bidadari nyasar ke bumi, mungkin selendangnya dicuri orang jadi tak bisa kembali ke Kayangan. Mungkin


Bulan Juli pun tiba, bulan itu rencananya Sidang TA’ku dilaksanakan, tapi tanggal pelaksanaanya saja yang belum pasti. Ini bisa dimaklumi karena dosen bidang Manajemen Konstruksi di jurusanku jarang yang sedang On dikampus, karena ada yang sedang melanjutkan kuliah, cuti libur, dan sedang sakit. Ya itulah cerita awal di bulan Juli, tak sungguh menenangkan namun tak bisa kutawar. Dan untuk mengisi kekosongan penantian itu, biasa kuhabiskan waktuku dengan mengunjungi warnet, terlebih lagi ada warnet yang menawarkan harga murah 24 jam non stop, flet pokoknya.


Dan pada suatu malam, ku singgahi warnet itu, bisa dibilang itulah kerjaan tetapku selain meminjam komik. Hari itu sekali lagi kulihat ada bulletin yang dikirim perempuan itu, iseng kubuka sekedar untuk tahu apa yang ia tulis kali ini. Kali ini ia bercerita tentang 7 keajaiban, bukan tentang bangunan bersejarah yang sangat tua itu, tapi lebih tentang apa yang layak kita syukuri dari apa yang Tuhan beri untuk manusia, indra yang lengkap dan hati untuk merasa. Tapi kalau ada yang minta penjelasan dari keajaiban-keajaiban itu, maaf aku sudah lupa.


Iseng kubalas Bulentin yang ia kirim, sebeneranya lebih kearah bertanya dari pada memberi tanggapan dari apa yang ia tulis kala itu.


“adakah cara untuk mencintai kebodohan?”


Mungkin sangat aneh untuk sebuah pertanyaaan yang berbobot (karena memang tak berbobot), tapi aku yang saat itu memang sedang “little unwell”, bukan tentang Tugas Akhirku yang ngaret terus jadwal sidangnya, tapi tentang hati yang kadang tak bisa diajak kompromi. Mungkin karena rindu, karena tak pernah menyampaikan, terlalu bodoh dan membiarkan rasa yang tersimpan bertahun tak diungkapkan, diam walau sebuah mimpi menyapa jelas harapanku. Namun sayang tak ada gerak yang bisa kulangkahkan kedepan, aku hidup dalam kepesimisan setelah seseorang bermain dengan perasaanku, apalagi saat kujumpai ia yang masih bisa tersenyum dengan apa yang ia perlihatkan;


“hei, aku ini orang manja, aku tak suka dengan apa yang kau lakukan, ini sangat sakit, hingga terasa leherku engkau cekik, nafasku memekik, dan aku menangis. Tapi aku tak tahu itu tangis apa? Apa karena engkau yang tinggal mimpi, atau karena harga diriku sangatlah terhina?”


Namun, itu juga kisah masa laluku, tak sungguh sangat lama, hanya saja aku benci untuk mengingat “kehebatan” yang bisa mengerakan langkahku sampai ke kota tetangga, dan yang pasti itu bukan ke Purworejo. Duh., andai bisa berkunjung ke Purworejo. Andai…


Ya aku hanya bisa diam ke seseorang yang entah telah menjadi apa sekarang, kadang coba kudeskripsikan sekedar untuk mengampuni apa yang tak bisa kuusahan.

“andai saja aku bisa mengerti apa yang engkau kenakan, mungkin aku mengerti cara untuk mengatakan dan membisikan kata sayang itu padamu?”. Sayang yang ini pun berakhir dalam kata ‘andai’. Menyedihkan.


Ahh, sudah.. itu sudah lewat lama, dan seseorang itu pun telah hilang, mungkin tahun ini ia akan menikah, dan jika benar aku akan menangis dalam penyesalan yang bodoh. Tapi biarlah, toh aku pun sudah terlalu pusing berfikir tentangnya. Mungkin kami memang berbeda apalagi aku tak cukup beriman untuk menjadi seorang imam. Namun jika suatu kala kami bertemu dan saat itu ia tak lagi sendiri, kuharap ia tak pernah berkata;


“jika dulu engkau benar mengingikanku, kenapa engkau tak berjuang lebih keras untuk membuatku percaya?”


Mungkin kan kujawab;


“maaf aku yang dulu memang bodoh terlebih lagi aku terlalu cepat hilang harapan tentangmu, apalagi apa yang kulihat padamu seperti rumah tanpa pintu, tak ada yang bisa kuketuk”


Tapi rasanya dialog tersebut takan pernah ada, bukan karena tak percaya akan takdir Tuhan, hanya saja sekarang mencoba berfikir lebih realistis atau mungkin memang aku terlalu pesimis.


Malam…………

Dimalam-malam yang terasa sunyi..

Biasanya sekitar jam 12 malam aku baru melangkah ke arah warnet.

Bukan karena mencari murah, tapi karena mencari suasana tenang dan lebih terutama akses internet tanpa looding lama. Seperti biasa kuaktifkan Frendster dan juga email yang ku miliki, sekedar ingin mengecak adakah pesan masuk di kedua mainanku itu? Dan malam itu, tak kukira kalau pertanyaan yang kukirim ke perempuan yang kuanggap lucu itu dibalas, sebenarnya pesan itu sudah masuk dari 3 hari sebelumnya, tapi karena baru kewarnet lagi setelah beberapa hari jadi pesan itu baru kubaca. Jawabanya singkat, dan sangat sederhana, mungkin ia juga tak terlalu paham dengan apa yang kutanyakan padanya. Tapi setidaknya aku senang, karena pesanku ia balas, walau berisi ketidakmengertian.


Hari berganti hari, kami mulai ‘agak’ sering saling menyapa, tapi aku belumlah terlewat rajin, karena aku masih berfikir tentang apa yang sedang ku lakukan itu.


“jika dia hanya datang sebentar, jadi untuk apa aku terlewat rajin?”


Mungkin agak sinis, tapi kadang seperti itulah aku. Hari berganti hari dan tanpa sadar setiap hari kulihat pesan-pesanku mulai sering ia balas, walau tak sungguh penting dengan apa yang kami bahas, tapi aku mulai merasa senang. Namun tetap kucoba membatasi mimpiku, karena kutahu ia tak sedang sendiri. Jadi untuk apa berharap, mungkin hanya menghabiskan masa tenangku untuk mencari seseorang yang bisa lengkap kucintai, tanpa harus berebut status dengan mahluk sejenisku. Itu merepotkan.


Dan pada suatu ketika, ada Bulletin yang ia sebarkan ke semua teman yang ada di dunia Frendsternya dan kubaca apa yang ia tulis kala itu. Dan ternyata ia menulis kesedihanya pada tulisan-tulisan yang dulu kuanggap tak penting itu. Ia menangis, walau tak sungguh kulihat langsung, tapi aku tahu ia sedih saat itu, karena ia sekali lagi kehilangan, karena ia mencintai kekasihnya, karena ia merasa memilikinya, dulu dan mungkin terdoakan selamanya.


Kuanggap berita seperti itu adalah ketakjuban akan sebuah kesempatan emas. Ya, aku ini culas dan sangat egois, aku sangat sadar dengan sifatku itu, namun sayangnya aku membiarkanya, sayang. Karena tahu tentang ia yang telah ‘terlepas’, aku mulai rajin merayunya, mungkin dia perempuan yang paling banyak kurayu, mungkin karena ia tak sungguh bisa kulihat, karena ia ada diseberang komputer yang entah dimana, karena itu tak butuh keberanian lebih dan kenekatan. Namun ternyata rayuanku tak sungguh berguna, ia masih berlinang dengan kesedihan itu, ia tak sungguh mampu untuk berkata “Tuhan aku percaya padaMu, jika bukan dia maka ada yang lebih baik untuk kucintai”. Dan mungkin yang terdengar hanya, “Tuhan aku sakit, kenapa Engkau membiarkan ia pergi padahal aku masih sangat mencintainya?”.


Aku menemaninya, dengan dosis tebar pesona di tambah setiap obrolanya. Melalui messege yang ada di Frendster, aku dan dia bertukar kata, semangat, gurauan dan kalau sangat terpaksa, mengajaknya menertawai kesedihan. Tapi ternyata sangat sulit, ia terlalu erat memeluk apa yang ia sebut kenangan, mungkin perjalan selama empat bulan itu cukup mampu untuk mengisi penuh ruang kosong yang tersisa didunianya. Mungkin.


Suatu ketika ia mengirim pesan lewat emailku, menanyakan tulisan yang ku kirimkan ke emailnya, ia menulis jika tulisan yang ku kirimkan belumlah sampai kepadanya. Selain tentang tulisan yang mungkin gagal terkirim itu, ia mengajakku bermain dengan mainan baru dunia maya satu lagi. YM, atau orang awam biasa nyebut itu Yahoo Massager sejenis chating’an, tapi karena aku lebih awam dari yang kukira, maka kuminta temanku mengajari mainan baruku itu, bagaimana mengaktifkanya,? Bagaimana mencari teman? Dan apa saja layanan yang ada di YM? Waktu ku buka YMku untuk pertama kalinya, temanku berkata;


“ada yang ngadd kamu buat jadi temennya?”

“sapa?”

“itu, liat aja sendiri emailnya”


Coba ku cek, semoga saja itu alamat email perempuan cantik yang lucu dan manis itu, sayang bukan, ternyata itu alamat orang yang entah siapa. Tapi setelah agak lama bermain dengan YM aku tahu siapa yang telah mengaddku itu, ternyata dia salah satu korban dari kesentimentilanku di tahun terakhir kuliahku. Ya, dia pengagum puisiku yang lumayan sering dibacakan saat acara Radio Gelap di salah satu stasiun radio di Jogja.


Tentang aku yang sangat awam,

Hem.. Kembali ke topik lebih tepatnya.

Ternyata ada yang lupa kutanyakan kepada teman yang mengajariku YM. Aku tak mengerti cara mendaftarkan orang yang sudah kuketahui alamat emailnya kedalam list YMku. Bodoh. Ya, karena kebodohan itu aku mencari nama perempuan yang mulai menawan hatiku itu, terlebih lagi banyaknya waktu yang kuhabiskan hanya untuk mencari namanya di antara daftar orang-orang yang sedang online YM. Semua daftar orang yang aktif YM di Jogja ku urak-urak sekedar untuk menemukan alamat emailnya, sayangnya tak pernah kutemukan. Namun karena sebuah jodoh di siang bolong, akhirnya aku tahu apa yang harus ku lakukan dengan alamat emailnya, itu juga setelah perempuan imut itu membalas massage yang kukirimkan padanya dan dengan sangat iklas ia mengajariku bagaimana memasukan emailnya ke dalam list YMku.


Waktu berjalan terlalu cepat, karena tanpa sadar kami telah menemui bulan Agustus. Di bulan itu aku tetap merayunya, bukan kalimat-kalimat pengagungan memang, hanya mencoba membuatnya merasa nyaman dengan tawaran-tawaranku yang kadang tak masuk akal. Kami makin sering berbagi cerita tentang masa lalu, dan kadang ia bertanya tentang sesuatu yang masih mengganjal hatinya, mungkin karena rindu, mungkin karena pengharapan, mungkin karena sebenarnya cinta. Dan anehnya aku selalu bisa menjawab apa yang ia tanyakan, entah sejak kapan aku menjadi makhluk secerdas itu, mungkin karena sering mendengar dongeng teman-teman kostku atau karena banyaknya film drama Korea yang aku tonton? Aku sering berkata padanya,


“mungkin Tuhan sedang iseng saja dengan kita”


Selama berbincang denganya lewat massage Frendster, ia sering berkata kalau ‘kalian’ ini mirip. Ya ‘kalian’ yang menurutnya terlalu banyak kesamaan dari kalimat-kalimat yang sering ditulis pada massage. Suatu ketika ia sudah merasa cukup yakin dengan apa yang ia rasakan kalau ‘kalian’ itu orang yang sama. Aku tertawa saat ia mengatakan itu, padahal di Frendsterku sudah terpampang wajahku yang Alhamdulillah bisa dibanggakan. Tapi akhirnya ia pun percaya, walau beberap kali masih ragu juga. Dan jika ada yang sama dalam ‘kalian’ itu hanyalah inisial kami yang sama-sama ‘D’, kalau sederhananya lagi aku ada diantara 2D.


Oy, setelah aku sudah lumayan ahli bermain YM, tapi sayang ia jarang kutemui, maklum jam aktif kami berbeda, tengah malam itu jam kerjaku, sedangkan dia entah jam berapa aku tak tahu. Karena itulah kami jarang berbincang langsung, lebih banyak lewat Massage Frandster, apalagi waktu pertama kali berbincang langsung dengannya lewat YM, kaku sekali. Jadi mulai saat itu aku jarang berbincang langsung, tapi lama-kelamaan Alhamdulillah aku sudah bisa menguasai keadaan, walau makan waktu hampir 1 bulan. Sesekali aku coba menggodanya, mengajaknya keliling Jogja, semodel kencanlah, tapi sayang ia cuman tertawa. Ya, pasti tertawa, aku sendiri tak sungguh serius dengan ajakan itu. Tapi ada ajakan yang setengah gurauan, mungkin karena beneran lagi butuh temen buat berangkat bareng, kan sapa tau mau menerima ajakanku itu, tapi karena ajakannya tak sungguh menarik ‘hati’ jadi dia cuman bilang,


“ati-ati dijalan aja”.


Hari dimana aku mengajaknya, lupa harinya tapi aku ingat tanggalnya 28 Agustus, hari itu salah satu temanku akan pamit pulang ke Kalimantan Barat, dia ingin menemui seorang ibu yang dulu sudah menerima kami dengan sangat baik selama 3 bulan dirumahnya. Hari itu aku sekali lagi berkunjung ke tempat KKNku yang telah lewat 2 tahun silam. Disanalah aku bertemu sekali lagi dengan orang-orang yang telah menjadi kisah dan rindu untukku, sekali lagi bisa kulihat ‘seseorang’ yang masih membuatku diam, diam dalam kebodohan dan kepayahan akut. Sesekali membuatku tersenyum saat melihat ‘rindu’ itu didepanku, namun aku hanya bisa gemetar dengan kalimat yang kudengar tentangnya di tahun depan, sekarang tepatnya 2009.


Bulan berjalan makin cepat, makin tak terhitung waktu yang terlewati. Dua bulan aku dan dia saling bercerita. Hingga pada suatu malam, mungkin sekitar jam setengah sepuluh malam, diawal bulan September. Ada sebuah lagu bercerita tentang keceriaan, tapi baginya di awal bulan itu hanya ada kesedihan. Malam itu kuaktifkan YMku, sekedar aktif memang, karena tak banyak pengharapan jika aku bisa menemui dara manis yang jelita dan lucu itu. Alhamdulillah aku ada jodoh dengannya malam itu, aku menemukanya masih online, jadi coba kuajak ngobrol, mungkin bisa kuajak bicara tentang hal-hal ringan yang mungkin membuat rayuanku padanya bisa lebih mengena. Namun sayang, malam itu ia sedang bersedih, ia berkata seorang pamannya telah ‘selesai’ bercerita dalam kehidupanya. Ia menangis, ia menangisi kepergian orang yang ia cintai, dan itu sangat wajar. Coba kuajak ia bicara yang lain, namun sayang semua kalimatku tak ada makna, mungkin kalimat-kalimatku menjadi sesuatu yang asing baginya malam itu, karena yang kuingat dari apa yang ia katakana padaku, jika ia mengharapkan ‘dia’ datang, seseorang yang masih memenuhi hidupnya untuk datang dan berkata “Cmangka!!”. Sebenarnya aku mulai bingung kalau berbincang dengannya, maklum nama sayuran dan buah bisa masuk dalam obrolan kami yang rasanya sedang tidak membahas masalah Argobisnis. Ia tetap menangis malam itu, dan sepertinya aku tak ada sama sekali diingatanya, dan kemudian ia pun hilang, entah kemana, mungkin sedang erat memeluk guling, atau mungkin masih menangis dan ingin sendiri dengan kesedihanya. Aku hanya diam, diam karena tidak mengerti seperti apa caranya menghibur seseorang yang sedang bersedih, dan mungkin juga bingung karena mulai menyadari arti keberadaan tidaklah datang secepat kilat.


Coba menenangkan diri barang sesaat, menenangkan kenyataan yang rasanya jauh dari bayanganku. Tak ada senyum sama sekali, tak ada kesenangan yang bisa kurasakan saat melihat fotonya yang begitu manis dengan pipi tembemnya itu. Dan entah mendapat ilham dari mana, mungkin karena tertarik dengan lirik lagu Carry You Home’y James Blunt, maka dengan sangat linglung mungkin, aku menulis pada massage yang akan kukirimkan padanya, simpel memang tapi terlalu sentimentil dan cengen sekali, namun tetap saja kutulis;


“aku akan selalu bernyanyi untuk hatimu, walau semua orang telah memilih diam”


Aku tak tahu apakah itu manjur, tapi terharap itu sedikit bisa menghiburnya, walau mungkin tak membuatnya tersenyum, tapi setidaknya ia berhenti menangis. Itu saja, rasanya sudah cukup membuatku senang. Ya senang, karena mulai hari itu aku tak lagi bermimpi tentang ia yang mungkin suatu kala bisa kukencani, dan jika sangat beruntung mempersuntingnya. Ada kerjaan yang lebih bisa kunikmati saat bicara dan membaca tulisan-tulisanya, yaitu membuatnya bisa tetap tersenyum dalam menghadapi apa yang mungkin datang, karena buatku memaksanya untuk bisa kembali tersenyum lebih menyenangkan dari pada memaksanya untuk mencintai keberadaanku ini. Apa iya???


Namun, intensitas ternyata sangat berpengaruh. Seperti orang bilang, kadang cinta itu datang karena terbiasa, maka keakraban pun pasti datang dari hal yang ‘memanggil’ cinta itu. Bulan Oktober, saat aku telah pulang kampung karena tanggal 1 dibulan itu Idul Fitri. Dan sejak pulang kampung itulah, aku mulai jarang untuk sering bicara dan bercanda dengannya, terlebih lagi aku tak memiliki nomer hpnya. Hanya dua forum yang telah kuceritakan diawal itulah wahana dimana aku bisa menyapanya. Dan memang benar, suasana kami mulai kaku, itu bisa dirasakan saat aku menemukanya sedang Online dihari sabtu, maklum selama di kampung halaman aku lebih sering main di warnet pada hari sabtu. Di hari sabtu itulah aku dan dia mulai hilang ‘koneksi’, atau kalau bicara tentang hp ‘sinyalnya lemah’. Tapi toh aku memang sudah menebaknya walau awalnya hanya prediksi, tapi ternyata bisa sangat cepat menjadi kenyataan. Coba tak kupikirkan terlalu dalam, karena aku pun tak ingin terlalu repot dengan pikiran yang tak ada bentuk nyatanya itu. Dan ia pun hilang koneksi, mungkin dissconeck, atau mungkin dia memang sedang asyik menonton film ‘Tarik Jabrik’ yang pemainnya anak-anak The Changcuters.


Hari kamis, beberapa hari sebelum keberangkatanku kembali ke Jogja. Yup karena tanggal 25 di bulan Oktober itu aku akan di wisuda, diwisuda setelah 6 tahun nangkring sebagai mahasiswa di jurusan yang minus perempuan, tapi Alhamdulillah masih sempat ‘menerawang’ di jurusan tetangga. Malam itu, sekitar jam setengah tujuh malam aku berangkat kewarnet, niatnya hanya mengirimkan apa yang di minta dosen penguji sidang kemarin lewat email. Dan Alahmdulillah sekali lagi karena itu malem dia sedang 0L, tapi aku coba untuk tak berharap, karena yang terakhir kami berbincang hanya meninggalkan suasana kaku. Malam itu entah siapa yang menyapa duluan, yang pasti suasana kami kala itu lumayan cair dan rilex, ditambah dengan tawa karena apa yang kami obrolkan di malam itu memang membuat kami tertawa. Cerita tentang ‘malaikat-malaikat kecil’ yang kadang terlampau cerdas hingga membuat tertawa dalam tiap tingkah polanya.


Tanggal 22 oktober aku kembali lagi ke Jogja, sebuah propinsi yang ada di sebelah selatan pulau Jawa itu. Kota itu sudah 6 tahun menjadi tempat aku belajar, tapi sayang terlalu banyak waktu yang kuhabiskan dengan percuma. Lebih banyak tidur dari pada membuka mata lebih luas, atau lebih baik dalam mengendarai motor, maklum selama disana beberapa kali nabrak mobil. Selama dua minggu aku nangkring di Jogja itu, aku numpang di kost temen yang sudah ku kenal selama 6 tahun. Niatnya selama dua minggu terakhir di Jogja, sekali saja aku ingin bisa melihat seseorang yang sudah 3 bulan meramaikan ‘dunia maya’ku itu. Tapi sayangnya cuman niat, karena setiap berbincang dengannya selalu saja datar dan tak pernah menyinggung soal pertemuan, mungkin karena aku tak memiliki keberanian, jadi ya sudah blasssss.


Pada suatu malam…

Malam-malam-dan malam

Mungkin karena sebuah keharusan, ya sesuatu yang disebut takdir.

Aku memang harus ada di malam itu, dan anehnya aku memang sangat ingin kewarnet padahal malam itu aku sangat ngantuk sekali, karena aku baru selesai mengadakan syukuran wisudaku di Sego Penyetan Banyuwangi yang ada di jalan Kaliurang. Dan tibalah aku diwarnet, kubuka Frendsterku dan juga YM. Saat itu, kulihat email nona manis yang katanya sedang mencoba memakai jilbab itu sedang online, tapi rasanya dia sudah tidur, karena jam 12 malam biasanya para manusia sudah sangat akrab dengan bantal mereka. Tapi beberapa saat kemudian emailnya kulihat OFF-ON-OFF-ON-OFF, dan akhirnya ia ON dan mulai memanggil… apa ya, lupa dia manggil apa ke aku waktu itu.


Dan dimalam itu, ia langsung cerita.. ia berkata kalau sesaat sebelumnya ia baru saja terbangun karena ada yang menelponnya, dan waktu akan tidur kembali ia melihat kalau emailku sedang On. Dan setelah beberapa basa basi tentang perjumpaan yang terasa kebetulan itu ia bercerita tentang apa yang ia lihat dan rasakan di hari itu. Ya, hari itu jum‘at 31 Oktober, ia melihat apa yang sangat menyakitkan hatinya, mungkin mengiris-iris dan menyayat. Hari itu ia melihat ‘sang mantan’ yang telah berkata ‘maaf aku harus pergi’ lebih dari 3 bulan yang lalu berjalan dengan ‘hawa’ yang tak ia kenal. Ia cemburu, mungkin karena cinta itu ia cemburu, atau mungkin karena terlalu cepat tergantikan maka ia merasa kekecewaan yang besar. Tapi walau itu hanya prediksi dan belum tentu sesuatu yang benar, namun tetap saja menyakitkan bagi hatinya, mungkin karena cinta, dan kadang cinta memang seperti itu, egois mungkin.


Ia bercerita sampai ketiduran, karena setelah kulihat jam di hp’ku telah menunjukan pukul tiga dini hari. Ya, tapi aku tak tahu apa ia telah cukup tenang hingga mampu tertidur? Entahlah, toh aku pun tak pernah menanyakanya lagi padanya apakah ia mulai bisa bahagia lagi setelah ‘kejutan’ itu, karena yang kuingat ia hanya bercerita jika di hari itu hanya bisa menangis di pelukan seorang temannya, dimana sang teman berkata;


“kalo mau nangis, nangis aja. Ga usah sok kuat”


Beberapa hari kemudian, kami bertemu lagi dalam forum yang bernama YM. Pada pertemuan kali itu di bilang kalo aku ini “Malaikat”.

Aku ngekek, maklum terlewat sentimentil tapi ke gr’an juga si..

Jarang banget juga ada yang bilang kalau orang sedatar aku bisa dapet strata setinggi itu, terlebih lagi nona manis yang berpipi chubby itu yang ngomong langsung.


Bulan November, aku pun telah kembali berada di kampung tercintaku Cirebon dan Jogja tinggal kenangan untukku. Pada bulan itu aku makin sering berbincang dengannya lewat chating/YM. Rajin kewarnet dong? Tidak juga hanya saja memanfaatkan fasilitas yang ada di hp baruku itu, karena hpku yang sekarang lebih modern dan berwarna. Aslinya gara-gara hpku tercinta ilang dicuri orang. Lagi apes. Selama bulan November tak ada cerita hebat tentang obrolan kami, semuanya sangat biasa, dan jika ada yang mulai kukenal tentangnya hanyalah jadwal ia bermain chating dan juga jam tidurnya. Setiap pukul 8 malam ia mulai sering jarang membalas obrolanku, awalnya kukira DC, ternyata sudah tidur.


Akhir bulan, dibulan November. Ada kalimat yang paling mengagetkan. Pesan itu datang saat aku sedang duduk-duduk di teras rumahku. Bukan lewat sms, hanya lewat chating yang sedang kuaktifkan. Ia berkata (bentar agak lupa, ehhhh);


“jangan pernah pergi ya, jangan ninggalin aku sendiri”


Oh Tuhan, aku kaget sekali, dan pikiranku sesaat serasa terkejut. Dan aku pun mulai bertanya dalam hati, apakah ia mulai bisa merasakanku? Dia sudah bisa mencintaiku kah? Ternyata salah, ia hanya sedang bersedih saja. Hari itu entah apa apa yang membuatnya bersedih dan sampai mengatakan itu? aku tak tahu. Dan aku pun telah lupa dengan kalimat atau kata yang kuucap untuk sedikit menenangkanya. Kadang aku pun mulai tak sanggup lagi untuk membuatnya selalu tenang, dan memberinya jawaban dari setiap rasa yang meresahkan hatinya, karena lelah itu sedikit demi sedikit mulai datang. Dan aku pun mulai sering bertanya;


“untuk apa aku berfikir terlalu dalam, apakah karena ingin dicintai atau karena takut dilupakan?”


Wah, tahun baru sebentar lagi tiba… pasti tiap orang sedang sibuk dengan rencana liburan akhir tahun mereka. Tapi buatku ya sama saja, apa lagi sekarang sudah menjadi ‘orang bebas’, tak lagi kuliah karena sudah lulus, jadi pastinya tak ada teman yang bisa ku ajak untuk membuat ayam bakar dan makan berjamaah. Hari berganti, kesuntukan mulai sering datang, maklum sampai akhir tahun aku masih malas mencari kerja, mungkin sifat manja dan pemalasku waktu zaman kuliah masihlah sangat dominan. Akhir bulan Desember sebentar lagi berakhir, dan waktu yang menyuntukanku itu banyak kubunuh dengan berbincang dengannya, perempuan yang telah memasuki 5 bulan meramaikan lidahku untuk tetap merayu. Salah satu rayuan yang paling sering, dan terkesan maksa setiap kali berbincang dengan nona manis itu. Ya, seperti kalimat;


“kapan proposalnya di acc?”


Biasanya dia jawab


“uhh, kapan ya?”


Ya begitulah, dia juga selalu menanggapi pertanyaan itu dengan tawa, dan aku sendiri pun hanya bergurau dengan kalimat itu, tapi kalo suatu ketika dia bener-bener meng-acc gurauanku ya Alhamdulillah sekali.


Bicara tentang waktu yang telah berjalan 5 bulan itu, akhirnya dapet juga rasa percayanya setelah beberapa kali ‘nodong’ minta no hp’y. Waktu ia memberi nomer hpnya sebagian dari diriku masih sanksi, maklum karena yang kali ini aku tak memintanya, tapi ia memberinya dengan iklas (kayanya bener iklas). Ia memberi nomer hpnya itu hanya karena obrolan kami lewat chating sering mengalami DC (dissconeted), dan untuk mengetahui apakah obrolan kami di chating itu DC apa tidak, ia menyarankan meng’sms untuk menanyakan status sinyal GPRS, maka ia dengan sangat baik hati memberi nomer hpnya.


Bulan 1, tanggal 1 ada yang berulang tahun, umurnya pun sudah beranjak makin gede. Tahun baru telah datang, dan aku masih saja setia duduk-duduk di rumahku, masih mengaggur maksudnya. Dan untuk membunuh rasa suntukku yang makin deras datang, maka intensitas berbincang dan merayu satu makluk Tuhan yang ingin sekali kucubit pipinya itu kutingkatkan, mungkin sampai gear 4..


Sesekali kami bernostagila kembali dengan banyak hal yang pernah kami lewati, bercerita tentang dua orang aneh yang entah kesambet apa bisa awet berteman, walau hanya dalam dunia maya. Tapi itulah yang namanya jodoh, aneh dan terkesan memang aneh untuk bisa menjadi kenyataan.


Bulan Februari telah tiba, alhamdulillah aku telah punya kerjaan, ya aku sudah beneran kerja sebagai pengawas proyek pelebaran jalan. Kerjaan pertamaku, membuatku mulai jarang berhubungan dengan orang-orang. Awal-awal kerjaku, aku kena homesick, pokoknya tidak betah sama sekali. Tapi mau bagaimana lagi, ini demi masa depan, demi mimpi ingin menjadi penulis, dan demi bisa memberikan satu jalan menuju kebahagian bagi ‘seseorang’ yang bisa mempercayaiku dan menerima segala tingkah bodohku kelak. Namun aku pun tahu, materi bukanlah kepenuhan tanpa batas, karena waktu membatasi semua yang ada di dunia ini, tapi setidaknya kelak tak ada pertannyaan..


“pi, jadi ga rencana kita liburan ke Jogja sekalian jenguk mama papanya mami? Pi ada duitkan buat beli tiket keretanya, 5 tiket loh pi. Buat kita sama 3 anak kita.?? kan ga enak bilang sama mama papa kalo mi ga datang sama pi cuman karena kita ga ada ongkos kesana”


Nah, kan ga lucu sekali kalo ada dialog seperti itu sampe keluar dari mulut belahan jiwa kita. Dan untuk dialog diatas, jangan pernah bertanya kenapa aku mengambil Jogja sebagai salah satu settingnya, itu hanya keisengan saja. Tak lebih.


Bicara tentang nostagila, ada sebuah obrolan yang masih kuingat jelas. Waktu itu ia berkata kalau kami hampir masuk tahun pertama berteman di dunia maya. Kuingat kembali masa-masa awal kami bertemu dan kubilang kalo kami hanya baru beberapa bulan saja, karena yang kutahu baru di bulan Juli itu kami memang bisa disebut kenal. Namun dia berkata kalo kami telah bertemu dari bulan Februari, dan pernah mengirimkan puisi ke massegenya (itu bukan puisi tulisanku, tapi tulisan orang yang menurutku ‘keren’ karya Jack Effendi). Tapi aku tak pernah menganggap bulan Februari tahun kemarin sebagai sebuah perkenalan yang bermakna dalam, hanya selintas lalu. Namun ia sekali lagi berkata;


“Malaikat itu bukan datang untuk menenangkan di bulan Februari, tapi di bulan Juli”


Aku hanya tersenyum membaca kalimatnya yang kali ini, sentimentil tapi anehnya aku terharu mendengar kalimatnya yang ini. Mungkin memang aku ini laki-laki yang terlalu sentimentil dan mellowdramatis, jadi aku lumayan bisa nyambung lama dengan orang yang sama seperti aku. Tapi itu temen baikku yang bilang.


Namun setiap kali ia bicara tentang ‘Malaikat’, aku selalu berkata;


“aku ini bukan malaikat, semuanya hanyalah kebetulan”


Bulan Maret telah melewatiku, dan masih dengan hal yang sama dimana aku masih sering berbincang dengan seseorang yang entah siapa itu. Pertengahan bulan Maret, ada sebuah cerita yang ia ceritakan tentang masa lalu, tentang kenangan, tentang cinta dan tentang ‘dia’ yang masih sangat ingin ia peluk erat. Tanggal 21 Maret, kuketahui jika disana ada sebuah cerita tentang kerinduan. Mungkin karena ia sangat sentimentil maka setiap detail kejadian terasa wajib untuk diingat, terlebih lagi tentang sesosok manusia yang telah mengajarinya banyak hal, tentang keimanan dan semua yang terasa penting di hidupnya. Tapi mungkin itu sebuah kewajaran, apalagi jika dulu memang pernah ada cinta diantaranya. Dan mungkin di tanggal itu pulalah kulihat ia terakhir kali, setahun yang lalu.


Disebuah denting, pada sebuah waktu yang mulai terasa banyak untuk diingat. Yang terasakan kini entah akan menjadi apa kelak, mungkin akan menjadi hal biasa seperti hal-hal biasa lainya. Namun jika memang akan menjadi seperti itu maka biarlah, toh hidup tak hanya mengajari kita akan waktu yang hilang percuma, karena pasti ada hal yang berarti untuk diingat seperti sebuah tawa dan senyuman.


Bulan semakin banyak menjadi daftar, terlebih lagi banyak hal yang memaksaku mengingat hal yang kadang tak ingin kuingat, hanya saja aku coba menikmati tiap keadaan dimana aku masih bisa berfikir tentang hidup dan tentang setitik kebahagian. Mungkin karena mengharap cinta, apalagi beberapa hal tentangnya mulai banyak melewatiku. Tapi apakah benar itu tentang cinta? Karena sepertinya hal itu ada karena sebuah ego yang ingin memiliki, dan pastianya jauh dari kata cinta.


Sekian, sekian saja cerita ini karena cerita ini baru sampai pada titik ini. Dan tentang kejadian selanjutnya apakah kami akan tetap berbagi cerita ataukah hilang tanpa jejak.? Wallahu’alam


Jika ada kalimat yang sangat mewakili hidupnya sekarang, mungkin seperti ini;


Dalam Diamnya Yang Sunyi, ada Kerinduan Akan Cinta yang Terharap Kembali….


Tapi beberapa hari yang lalu ia berkata kalau ia tak lagi menangis karena kenangan itu, setelah seorang temannya berkata padanya tentang sesuatu, entah apa itu.


Sekian saja cerita tentang ‘maya’ku itu, selebih dan sekurangnya mohon dimaafkan, karena bagaimana pun juga ada keterbatasan dalam mengingat, Terima kasih……..^_^