Sabtu, 25 April 2009

Kelabu

Kamu


Kamu, masih ingatkah kamu akan apa yang lalu itu? Kamu yang dulu terlalu cepat berharap, terlalu cepat merasa puas dan terlalu cepat merasa memiliki. Masih ingatkah kamu apa yang terjadi beberapa tahun silam? Dimana kamu menemukan apa yang bisa engkau sebut kebahagiaan, dan dengan sangat percaya diri jika hatinya telah jatuh dalam dekapanmu yang kosong.? Kamu terlalu bermimpi teman.


Ya dahulu kala, saat itu kamu yang begitu ‘kosong’ hanya karena merasa tak lagi mampu berharap. Yang ‘putih’, yang begitu membuatku jatuh hati tak ada lagi dalam kekosongan karena seorang temanmu telah mendapatkan perhatianya. Kamu sakit saat itu, kamu tak mampu untuk tetap menatap tegak. Ya kamu telah kalah saat itu. tapi bukan itu yang ingin kuingatkan padamu, bukan tentang sebuah kekaguman yang masih engkau simpan pada yang ‘putih’ itu, tapi cerita setelahnya yang membuatmu belajar untuk mengumpat dan membeci. Kamu masih membencinya, karena harga dirimu tak lagi utuh, kamu telah menjadi pecundang dalam sebuah pertunjukan yang peranmu hanyalah sebagai figuran.


Dia yang kamu kenal, dan menjadi penumpang setiamu selama kerja nyata itu. Dia yang awalnya menawarkan diri untuk duduk setia di belakang jok sepeda motormu, dia yang tak terlalu banyak bicara tentang perasaannya padamu, dan dia yang membuatmu mengerti seberapa biasanya dirimu dihadapannya.


Suatu ketika ia pernah mengundangmu, untuk sebuah cerita yang tak ia ketahui. Kamu datang, kamu bercerita dan kamu senang dengan apa yang ada dimalam itu, walau endingnya kamu diminta pulang oleh kepala RW setempat karena sudah terlalu malam. Dan setelah itu, kamu merasa ia juga cukup mampu membuatmu jatuh hati, ia cukup mampu membuatmu berhenti berfikir tentang temannya yang tak lagi bisa diharapkan. Kamu mulai merindu, dan dalam tiap detiknya kamu mulai sering memikirkanya.


Kamu jatuh hati, dan kamu mulai ingin memilikinya dan kamu telah mulai sering berbincang denganya, padahal dulu kamu tak sekalipun melihatnya dengan penuh perhatian, karena matamu penuh dengan si bungsu asal Purworejo itu. Kamu, kamu mulai berharap, mungkin terlalu cepat tapi kamu terlanjur merasa cukup mampu membahagiakan orang. Tapi tak apalah toh dia juga terasa membuka pintu untuk engkau masuki, terlebih lagi ia pernah berkata kalau dia yang kala itu tak sedang dengan siapa-siapa.


Kamu melangkah maju menuju hatinya yang engkau rasa telah menerimamu dengan apa adanya didirimu. Hingga pada suatu ketika semua keadaan yang engkau bayangkan indah menjadi hancur dan remuk. Ia pergi tanpa permisi seperti engkau tak pernah ada. Ternyata ia kembali keseseorang yang dulu ia cintai. Tapi kamu masih ragu, kamu masih berfikir itu tidaklah mungkin, karena ia pernah bercerita jika kesendiriannya itu telah ia jalani lama.


Kamu diam, kamu hanya diam dengan apa yang mulai engkau sadari, ternyata cinta itu tak pernah ada, yang pernah terasakan hanyalah ilusi lalu yang sesaat membahagiakan. Dan saat itulah engkau terluka, namun belum sampai berfikir kalau harga dirimu terhina.


Waktu berlalu, kamu diam dan masih diam,. Coba engkau ulangi semua cerita dan kenangan yang telah ada dulu, mencari jawab , ‘kenapa?’. Ya, kenapa untuk sebuah rasa sakit yang hinggap dan meremukan harapanmu. Namun ada satu yang tak pernah berubah, ternyata kamu masih tetap berharap akan dirinya yang masih mungkin kembali dan berkata “aku ingin mendengar ceritamu lagi”.


Sayang, ya sayang, ternyata tak ada yang berubah, ia semakin melangkah menjauh, dan rasanya ia makin menikmati cintanya yang kembali, ia makin tak bisa engkau temui, ia hilang seperti embun yang dimakan matahari, lenyap tanpa bekas. Namun entah mengapa, engkau masih saja mencoba, hingga tanpa engkau sadari sakitmu makin menumpuk dan akalmu pun makin sakit, kamu menjadi aneh karena tetap merasa bisa berharap. Hey, bukannya dia pernah berkata ia yang menjadi bingung karena cinta masa lalunya, harusnya saat itu kamu berhenti, kamu mengerti jika kamu memang belum bisa dicintai.


Waktu berlalu, makin cepat, makin cepat pula membuatmu tak waras. Temanmu sering berkata kalau kamu ‘bodoh’, kamu tak harus selalu bermimpi, ia tak ada, ia tak cukup baik untuk diharapkan, karena ia hanya bermain denganmu, karena ia hanya menganggapmu sebagai pelengkap dari apa yang tidak lengkap. Kamu hanya “ban serep” dari mobil indah mereka. Kamu bodoh.


Kamu, kamu masih ingat kejadian setelah ia menyelesaikan kuliahnya? Ya, dia yang akhirnya berkata dengan sangat jujur jika ia tak pernah merasakanmu, kamu kosong baginya dan kamu hanyalah masa lalu tak terlalu penting untuk ia ingat. Kamu diam mendengar katanya, masih belum percaya dengan apa yang ia katakan, aneh dan mulai kaku untuk tersenyum, hanya menyeringai getir dengan apa yang engkau dengar pagi itu.


Dan ia pun benar hilang, ia kembali ke kampung halamanya, ia tak lagi engkau lihat, hanya sesekali pernah merasa melihatnya namun tak sungguh yakin. Engkau coba melewati masa transisi itu, masih kaku, lesu dan tanpa semangat. Namun di masa itu ada acara yang membuatmu bisa sedikit tersenyum, ya kamu melihat ‘putih’ sekali lagi, melihatnya yang begitu lucu, pipinya yang makin besar. Si ‘putih’ yang saat itu sedang bahagia, dimana dua minggu sebelumnya ia telah di wisuda.


Waktu terus berjalan, bulan-bulan berjalan. Anehnya kamu masih saja berharap. Anehnya kamu masih bermimpi jika suatu kala ia bisa engkau temui sekali lagi dengan keadaan yang lebih baik, dimana kamu lebih mampu untuk dicintai olehnya. Mungkin cinta memang gila, karena itu mulai kulihat ada padamu, kamu mulai sinting.


Kamu, apakah kamu masih ingat bulan itu, bulan dimana seorang teman dari masa lalumu berkata kalau ia sudah menikah. Kamu shoack, kamu tak percaya dengan apa yang engkau dengar itu, hingga rasa soto sapi yang begitu engkau sukai menjadi hambar tak ada rasa sama sekali. Setelah mendengar kabar itu, kamu bercerita kepada teman2 kostmu, teman2 yang mungkin sudah terlalu bosan mendengar rengekanmu. Mereka tertawa, terkekeh tanpa henti menertawai nasibmu yang lumayan tragis.


Kamu belum percaya penuh dengan apa yang teman lamamu ceritakan, kamu masih menganggap jika itu hanyalah kabar burung. Hingga pada suatu waktu di bulan Agustus, nomor handphonnya yang lama aktif kembali, kamu bertanya padanya tentang apa yang engkau dengar dari teman lamamu itu. Namun terasa aneh dengan jawaban yang ia berikan, “sekalian aja kalo aku udah punya anak”. Kamu, kamu tertawa dengan jawabanya, karena bagaimana ia bisa secepat itu memiliki anak, terakhir engkau lihat saja ia tak terlihat jika ia sedang hamil.?


Kamu senang, kamu merasa jika kamu masih bisa berharap, karena kamu menganggap apa yang teman lamamu katakan dulu kala itu hanyalah hal kosong. Ia belumlah menikah, ia masih bebas untuk diharapkan. Dan entah dengan energi dari mana kamu merercanakan untuk melangkah lebih berani, lebih nekad, lebih gila dan lebih gila-gila lainnya. Mungkin ini yang disebut cinta memang gila, menggerakan semua apa yang dimiliki, menjadikanmu memiliki insting bertahan hidup dan mencari lebih tinggi, lebih tinggi dari biasanya, mungkin inilah kamu yang paling hebat.


Kamu melangkah, berjalan ke kotanya, dengan peta arah yang ia beri padamu. Kamu melangkah kearah yang belum pernah kamu lewati. Kamu sinting. Kamu kelewat nekad. Tapi kamu hebat, karena kamu berhasil menemukannya, menemukan rumahnya hanya bermodalkan peta tak jelas. Kamu hebat teman, aku salut denganmu yang kala itu, walau pun niatmu menemuinya tidaklah 100 % karena harapan itu, tapi ada sesuatu yang belum selesai antara kamu denganya. Tapi sekali lagi kamu hebat teman. Di akhir September itu kamu menjadi seseorang yang belum pernah aku bayangkan.


Tapi bukan pengharapan yang engkau temui disana, kamu remuk, kamu remuk redam dengan apa yang engkau lihat disana. Ternyata apa yang ia ucapkan di bulan Agustus itu ternyata benar. Ia telah menikah. Ia telah mempunyai momongan. Ia telah membodohimu terlalu telak. Kamu diam, kamu hanya bisa diam memandangi apa yang engkau lihat disana. Hanya senyum getir yang kamu tunjukan dan lakukan, tak lebih dari itu. Udara disekitarmu pun terasa pengap terhirup, tak ada khayalan indah yang tersisa. Ia tak lagi bisa engkau harapkan, ia telah menjadi sesuatu yang sangat haram, biar engkau masih menginginkannya. Hening suasana di sore itu, hening tanpa kata yang mungkin senyummu terasa tulus. Kamu mulai benci karena kamu merasa di bodohi dan dipecundangi cinta. Yang pasti wajahmu kala itu sangat lucu terlihat, wajah seseorang yang kalah. Hahahaha.


Sore itu, kamu masih termangu, mencoba untuk tidak menunjukan apa yang kamu rasakan. Kamu mencoba tenang, namun tetap saja ini terlalu menyakitkan bagimu bukan? Karena baru kali ini kamu merasa percuma. Karena baru kali ini kamu merasa lengkap di tipu orang. Karena baru kali ini perjuanganmu yang begitu besar dan nekad menjadi sia-sia. Menjadi debu yang berhamburan tertiup angin sore yang dingin. Kamu, kamu ingin menangis kala itu, namun anehnya tak ada air mata yang jatuh. Yang terasa hanya dadamu yang sesak sekali.


Kamu melangkah pulang, pulang dengan wajah yang lesu. Kamu hanya termangu selama perjalanan pulang, memandangi pemandangan sekitar yang kosong. Kamu lelah, kamu hampa, hanya diam tak ada kata. Dalam hati engkau berkata “aku takan melihat ke belakang lagi, karena ini sudah cukup untuk membuatku berhenti”. Dan kamu tak lagi melihatnya, dan kamu sekarang telah berhasil menyelesaikan apa yang pernah engkau mulai dulu. Selesai dan tamat.


Dan sampailah kamu di kost’anmu setelah perjalanan empat jam yang melelahkan, dan menemukan seorang teman baikmu yang sedang duduk didepan komputernya. Kamu bercerita tentang apa yang engkau lihat kemarin. Kamu tertawa, kamu tertawa didepan temanmu, dan temanmu pun tertawa mendengar perjuanganmu kemarin. kamu dan temanmu menertawai betapa ‘bodoh’nya kenekatanmu, melangkah ke kota sebelah tanpa pernah sekalipun kesana, namun karena kebaikan Tuhan kamu menemukan rumahnya. Dan Tuhan memang Maha Adil, Tuhan memberimu jawaban atas pertanyaan yang selalu datang di otakmu. Mungkin benar yang baik tidak selalu datang dengan cara yang baik. Tapi kamu puaskan teman?


Selesai, cerita itu telah selesai. Walau dua bulan pertama adalah bulan yang sangat menyakitkan, mencari jawaban, mencari alasan. Dan kamu telah menemukannya sekarang, dan kamu telah berhenti merengek akan kisah yang telah waktu gulung dan menghilang dari hidupmu itu. Selesai. Kawan. Sekarang sudah saatnya kamu melangkah lebih pasti, karena banyak hal yang ada didepanmu menunggu untuk engkau jemput. Teman, didepan sana ada banyak hal yang kan bisa membuatmu tertawa. Jadi bolehkan aku mengajakmu untuk menikmati harapan lain yang sedang menunggu kita?


Oy, saat kamu sakit karena pertunjukan dari perjalanan empat jam’mu itu, kamu berkata jika kamu akan menunjukan padanya bahwa kamu bisa menjadi hebat dan sukses, dan ia menyesal telah membuangmu seperti sampah. Kamu lucu teman, kamu lucu jika renungan rasa sakit hanya menghadirkan kalimat murahan seperti itu. teman seharusnya kamu bisa berfikir lebih tinggi, levelmu telah naik satu tingkat, kamu telah masuk gear 1 teman. Kamu, seharusnya kamu bisa lebih baik, misal dengan rasa sakit itu bukan melulu dendam yang engkau pikirkan, tapi apa yang bisa kamu lakukan untuk membuat orang yang percaya padamu menjadi bahagia. Itu lebih baik teman, hidup itu singkat, dan mungkin sangat singkat. Jadi apa salahnya melupakan rasa sakit itu dan bagaimana membuat harimu lebih banyak senyum.? ^_^


Satu hal lagi yang ingin kukatakan padamu, terserah kamu ingin mendengarnya atau tidak..

“kamu jauh lebih beruntung, kamu datangnya dihidupnya hanya untuk merasakan sakit, sebuah rasa sakit yang membuatmu belajar”

“sedangkan dia, datang dihidupmu yang singkat, namun endingnya hanya untuk kamu benci dan hina, bukankah itu lebih menyedihkan?”


Pikirkanlah itu………. ^_^

Tidak ada komentar: