Selasa, 23 Desember 2008

KKN ku

Waktu yang Disebut “Dahulu Kala”

1. Sebuah Prolog.

Kulihat, sebenarnya tak lagi bisa kuingat jelas tentang semua yang pernah ada disana. Mungkin tak sungguh telah hilang, mungkin tak mudah hilang pula, hanya waktu terasa membuatnya menjadi kenangan yang asing. Kuingat, dalam kilasan yang samar itu, wajah, gerak, suara, dan lain sebagainya yang membuatku ingat jika disana kujumpai kehadiran yang kupanggil “teman”. Ya, teman yang kuakrabi hanya dalam rentang waktu yang terlalu singkat untuk mengakrabi.

Kami, disanalah kami ada. Terkumpul dalam sebuah kumpulan, aku lebih suka memanggilnya kumpulan kagetan nyata (KKN). Karena bagaimana pun kami ada karena sebuah ceremony, ceremony yang lazim diadakan oleh pihak kampus, dimana acara ini ditujukan guna membangun jiwa bermasyarakat bagi mahasiswa, dimana dengan itu pula para mahasiswa tersebut mampu bersosialisasi dilingkungan yang mungkin asing bagi mereka. Dan karena acara tersebut pula kami pun mulai mengenal, dan saling melengkapi untuk saling menyelesaikan.

Disebuah dusun kecil, disebelah timur Jogjakarta. Aku mengenal dusun itu dengan nama Sumber Kulon, sebuah dusun dari sekian banyak dusun yang ada didesa Kali Tirto, Berbah, Sleman. Aku tergabung bersama 12 anak lainnya dalam unit 117. Ya, dikumpulan itulah aku menemukan apa yang disebut pengabdian, sebuah pengabdian akan sesuatu yang sebenernya asing untuk kumengerti, dan aku pun terlalu malas untuk mengerti, Pengabdian itu yang seperti apa dan untuk siapa? Namun kujalani saja, toh aku sendiri berharap jika acara ini cepat selesai dan disemester depan aku bisa lebih konsen untuk mencari judul TA’ku, namun sayang ingin manusia terkadang selalu berakhir dalam rencana.

Aku tak menyebut bahwa acara ini tidaklah terlalu penting, menurutku ini sangatlah penting, karena bagaimanapun juga ini mata kuliah adalah syarat pokok untuk bisa mengambil TA. Tapi tentang arti penting yang lain, dan sangat subyektif sekali, bahwa acara ini bisa dikatakan sebagai ajang ‘liburan’ buat diriku yang dunianya terasa sumpek dan pengap. Ahh, rasanya terasa sesal sekarang, aku ingin lebih lama bersama mereka, karena pada merekalah aku menemukan apa yang tak kumiliki, apa yang tak bisa kudengar, dan apa yang tak bisa kuucap. Aku ingin lebih lama, namun sayang waktu tak berhenti walau aku menutup mata akan diri mereka yang semakin jauh dan hilang.

Dua tahun sudah, cerita itu hanya mampu kuingat, dan dengan keterbatasannya untuk mengingat, dengan sangat kasar coba menulisnya, sebuah kenangan akan waktu yang bisa membuatku tertawa, suatu masa yang memang masih layak untuk terus kuingat. Dalam senyum-senyum yang masih jelas tergambar, dalam suara tawa yang masih nyaring kudengar, maka aku ada untuk menulisnya, menjadikannya sebuah cerita yang mampu dibaca.

2. Part 1

Dalam awal, yang akan kuceritakan pertama kali adalah; aku terdampar dalam sebuah perkumpulan yang penghuninya sangat berbeda satu dengan yang lainnya, karena disana tak ada satupun yang sama, karena kami memang tercipta berbeda dan karena itu ada untuk saling mengenal. Aku masuk dalam perkumpulam itu sebagai anggota ke 12 (ngumpulnya terdaftar sebagai orang yang ke 12), sebenarnya ada 13 anak muda yang terdaftar di unit 117, namun ada satu manusia yang ‘sadar’nya lama, ya, kami ‘menemukannya’ saat kami kumpul dikampus Cik Ditiro untuk mendengar ‘wasiat’ dari dosen pembimbing lapangan kami yang bernama Bapak Bagya, ini bapak terdaftar sebagai dosen fakultas hukum UII.

Perkenalan pertama dengan mereka adalah saat pelepasan KKN, kami dikumpulkan di Auditorium tercinta kami Khahar Muzakir (kayanya bener), karena aku bayar uang KKN’y telat maka dengan sangat terpaksa aku disipkan kekelompok yang dirasa masih ‘renggang’(kayanya, tapi entah juga, hanya LPM yang tau dan Tuhan), tapi Alhamdulillah aku ‘nyasarnya’ dikelompok yang orangnya lumayan bisa diajak ngobrol, atau dalam arti yang paling sederhana orangnya gak kaku kaya beton.

Pertama dalam pelepasan itu aku menemukan mereka disebuah pos satpam disebelah utara bangunan nan megah itu. Berkenalan dengan setiap orangnya dan ada satu orang yang tak bisa kulitnya kusentuh (salaman), awalnya heran namun karena ada malaikat yang nyambet aku saat itu juga, akhirnya sadar kalo tidak semua hal bisa dengan mudah untuk disentuh atau dirasakan, apalagi dengan yang terkenakan padanya, harusnya aku tahu tentang sesuatu yang berbeda, tapi karena duniaku tak lebih lebar dari kamer ukuran 3 x 3m maka agak lambat, dan dengan kerelaan tanganku kutarik kebelakang lagi.

Ahh, sudah terlalu panjang cerita perkenalan awalnya, maka dengan kerelaan akan ingatan yang terbatas ini kualirkan apa yang masih ada. Pada sebuah titik awal, pada sebuah arah aku dan mereka melangkah, tak kuingat itu tanggal berapa, namun jika tidak salah dihari kamis itu kami terasa benar-benar ‘terdampar’, disebuah dusun yang jauh, dan disebuah rumah yang sederhana namun nyaman, kami biasa memanggil yang empunya rumah ‘Bu Edy’, dan kami pun tidak ketinggalan berkenalan dengan penghuni lainya, yaitu mas Irfan dan adiknya mas Dwi dimana mereka adalah anak dari bu Edy. Dirumah yang terletak di Rt 04 itulah, cerita pun akan dimulai dan akan kumulai.

3. Mereka

Dalam kebersamaan dengan mereka, aku mulai mengenal dan mulai untuk mengawali kalimat. Sebenarnya aku ini orang yang paling irit ngomong, bisa dilihat dari kebiasaanku yang selalu berkata “idem”. Awalnya kami ini sangat kaku antara satu dengan yang laiannya, jika ada sebagian yang terlihat akrab itu hanya karena sebuah asal, seperti jurusan yang sama, teman lama, orang satu daerah dan lain sebagainya. Oh ya, pernah pada suatu ketika disuatu waktu yang kian gelap (sore), aku dan mereka melangkah, mewawancaearai orang-orang penting didusun itu, dan pada sore itu kami melangkah ke rumah sekretaris Rt 02. Sumpah sepertinya tak ada yang tahu siapa dan bagaimana orang yang tinggal dirumah itu, tanpa bertanya dan tanpa melihat yang ada didalam, dengan sangat lantangnya kami mengucap salam (assalamuallaikum), dan ternyata didalam rumah itu.. (tebak sendiri).

Mereka yang kukenal berasal dari beberapa fakultas dan jurusan yang ada di UII (jelas, mana ada anak UGM nyasar kesini). Dua orang dari T. Sipil, dua perempuan dari Farmasi, dua lelaki dari Hukum, satu dari T. industri, satu dari T. Mesin, satu dari T. lingkungan, satu dari Statistik, dan yang terakhir tiga dari Ekonomi. Tak kuiangat semuanya berasal dari mana, maklum memoriku terlalu cepet panas jika dipaksa berlebih untuk mengingat. Itulah mereka yang kukenal disana, pada merekalah aku belajar mendengar, mengerti, dan pada mereka pulalah aku belajar melihat apa yang tak kulihat.

Sebuah cerita, sebuah kenangan yang paling sering melewati. Dengan segala keterbatasannya, aku akan mulai bercerita tentang personal tiap personil, yang mungkin akan terdengar terlalu subyektif dan aneh, namun itulah yang mampu kuingat, dengan segala keterbatasannya aku akan mulai dari :

Adi, ini anak industri, orangnya jarang tak liat rapi (Berkemeja misal) maklum anak gunung tapi bukan anggota Mapala, tapi kalo dari cara ia berfikir dan menilai, rasanya sesuatu yang hanya bisa kuimpikan untuk kumiliki. Pernah pada suatu ketika yang biasa, disore itu, dia bertanya padaku tentang arti dari hidup. “untuk apa kita hidup dan mau dibawa kemana hidup ini?”, sederhana memang, tapi apakah semua orang memiliki jawaban ini, menurutku tidak. Mungkin kalo ini ditanyakan kepada temanku yang lain, kemungkinan ia akan menjawab “Tidak-Ku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”. Ya, itulah pertannyan yang ia tanyakan kepadaku saat itu, dan seperti biasanya, dengan sifat sombong yang dimiliki, kujawab juga, tapi jika ditannya apakah jawabku menarik atau tidak, hanya adi yang tahu. Dan petuahnya yang lain adalah bagaimana kita mengenal diri kita, dia bilang padaku yang wajahnya terlalu biasa ini. “musik apa yang kau sukai?”, dan kujawab “MR.BIG dan Dream Theater”, dan petuah penjelas pun dilanjutkan. Namun dari sekian lamanya perkenalan itu, ada satu kalimat yang masih kuingat jelas, dan aku tersenyum waktu ia mengucap itu, kalimatnya adalah “Den, kau terlalu sedikit warna”. Dulu aku tersenyum saat mendengarnya, kalo sekarang aku tertawa. WKakakaka

Bos Kholis, ini anak Ekonomi Manajemen 2002. aku tak ingin terlalu sarkasme, jadi yang bisa kugambarkan padanya adalah dia itu berkaca mata dan kalo bicara tentang manajemen secara rill dia pasti jagonya, sumpah kalo nyari solusi bisnis yang tepat, ada baiknya minta saran ini orang (dari pada Reg Weton or Reg Primbon), maklum asam garam perniagaan pernah ia rasakan (kayanya). Tak banyak ingatanku tentangnya, yang kuingat cuma obrolan sederhana dan lain sebagainya sewaktu kami terkumpul dalam satu panggung “anak-anak tanpa kerjaan” sambil dengerin anak-anak hukum dan statistik ngasih “ceramah”. Tapi, suatu kala aku ngliat tanda anak ini jarang kerja (jadi kuli), waktu ia ngecet barang yang memang programnya dia, masa Allah, itu verboden belum kering cet merahnya, ko dicet item. Hahaha, entahlah apakah benar tidaknya pendapatku yang itu, tapi kalo soal angkut mengangkut bisa dijamin kalo dia itu kuat.

Khusnul Khotimah or Iim. ini anak manajemen rekan satu angkatannya kholis. Kalo sama ini perempuan aku lumayan akrab, maklum piketku bareng terus sama dia. Tapi kalo soal ngobrol aku lebih sering ‘nyambi’ ke imah, lebih muda, lebih rilex dan lebih narsis diantara yang lainnya. Ya, maklum saja bahasannya Iim buat aku kelewat ‘maju’, wong aku ini orangnya jarang mau repot, jadi kalo ada obrolan yang melewati batas kemampuan nalarku, otakku jadi kelewat panas dan kalo tak paksain malah bisa bikin aku stress. Oy, ada yang tak inget sama ini perempuan, sumpah dia itu manajemen sekali, itu bisa dilihat dari jadwalnya yang selalu tersusun rapi hingga detail terkecil, atau bisa dibilang semua yang dia lakuin itu terencana (bisa dilihat dari ketepatan waktu tiap programnya), pokonya beda sama aku yang kalo kerja cuman bilang ‘cukup ala kadarnya aja’ dan tak ada manajemen sama sekali disitu.

Aan(Andarwin), ini ketuaku, ketua unit 117. dia ini temen sejurusan denganku, udah itu sekelas lagi. Kalo dibilang akrab kami ini lumayan akrab, apalagi beberapa semester sebelum KKN udah sering sekelas. Dia ini ‘pejabat’ dilembaga yang ada difakultasku, makanya mudah dilihat sebaik apa ia bersosialisasai. Sumpah kalo bicara pake nomer, ketuaku ini pastilah nomer 1 kalo dalam hal yang berbau KKN, paling rajin, paling aktif dan mungkin paling-paling yang lainnya juga melekat ke dia. Satu hal yang kuingat dari ketuaku ini adalah sifatnya yang kadang rubah-rubah ga jelas, kadang rilex en nyisipin omongan yang ngaco waktu ngobrol, namun kadang juga marah-marah kalo rapat, ya, gimana lagi kalo personilnya kadang susah buat disuruh ‘baris’. Kalo diingat dia ini pernah dua kali marah-marah waktu rapat, sampe-sampe udara diposko jadi ilang, sesek nafas. “kumohon dengan sangat, kalian para oksigen jangan tinggalkan aku yang sedang tertekan ini, entar bisa bikin cepet mati”. Kakakakam, bercanda.

AL Harisy. Anak hukum, kalo ga salah inget di bilang bapaknya itu jaksa. Jaksa pa hakim ya? Lupa.. jadi ga penting buat dibahas. Ini anak kalo pake bahasa ironi, “dialah yang paling rajin”. Anaknya lumayan tambun (bukan sarkasme hanya memperjelas). Yang kuingat dari orang ini adalah sesuatu yang tak tak bisa kumengerti, ya tapi sudahlah, toh tiap orang punya warna sendiri-sendiri. Dan yang paling bisa diingat dari kerjaan ini anak, adalah salah satu pembicara yang paling handal kalo kami lagi duduk-duduk dihalaman atau dimana pun kami biasa ngobrol, rasanya pengetahuanya jauh sekali dari aku. Dan satu lagi kebiasaannya yang paling membuat senang, adalah bingkisan yang pasti ia bawa jika dirasa udah lama ga dateng KKN, maksudnya buat ngalancarin lidah ketua buat ngomong “saya maafkan”, tapi karena ketua kami itu baik, dan motto KKN adalah kebersaman maka sudah sewajarnya jika makanan itu dibagi juga ke khalayak rame.

Nining. Anak Kalimantan, kuliah di jurusan Farmasi UII. Yang kuingat dari ini perempuan? Dengan sifatku yang sok tau ini, dia itu terlalu ‘perasa’. Karna itu dari awal sampe akhir KKN aku jarang sekali ngobrol sama ini anak, palingan kalo ada yang bisa tak inget cuman cerita kalo dimasa SMAnya dia itu masuk Paskibra, ya organisasi Ekskul yang paling ‘sadis’, apalagi waktu SMA aku juga terdampar disana. Kalo tentang ingatan yang lainnya cuman,,.. apa ya? Oh ya, aku pernah liat dia ‘jatuh terkulai’ di posko, dan sebagai mantan seksi kesehatan jaman SMA dulu dan juga pernah terdaftar sebagai panitia PESTA (seksi Kesehatan), tanpa pikir panjang langsung mo ngangkat, mindahin ketempat yang sesuai (kasur), tapi dicegat oleh teman satu jurusannya, lupa dia ngomong apa.. tapi pokoknya kami yang laki dilarang pegang, bukan mahrahnya mungkin, jadi artinya bisa bikin dosa dan fitnah. Oh ya, ada satu lagi yang kuingat dari ini perempuan, setaun setelah KKN tinggal dongeng, kami pernah ngobrol lama lewat sms, sumpah off-pickku sampe habis, mungkin disaat itulah rasanya aku bisa akrab denganya, ya walau ga semua bahasannya penting, tapi dari sanalah aku bisa ngomong “ini toh yang namanya Kusuma Ningrat”.

Ima atau Fahima. Cerita tentangnya? Cuman sedikit ingatan yang ga jelas, tapi ini orang temen paling deket, mungkin kulitku selama KKN dia tahu. Karena bagaimana pun juga waktuku lumayan banyak tak ‘bunuh’ buat ngobrol sama ini manusia, entah itu bahasan penting or ndak. Sifat yang paling jelas buat ngingetin aku ke dia itu cuman “memang terlalu narsis”, apalagi kalo yang berbau kamera. Sebenernya ini perempuan orangnya rilex sekali, jadi dengan sabarnya dia itu jadi tumbal dan lumbung penghinaan or sindiran anak-anak laen ,tapi anehnya ini anak sabar sekali (masih heran sampe sekarang??), malah nghinanya kadang ga pake majas ironi, langsung sarkasme total. Oh ya, kalo tentang mental dan kepribadian, dia ini lebih mateng dari aku yang lebih tua dari dia setaun, mungkin bener kata bapak ustad yang ceramahnya tak denger tiap jum’at sore (radio), dia bilang “perempuan itu lebih cepet dewasa dari pada laki-laki”.. hem, menurutku mungkin juga benar, apalagi perempuan yang tak kenal rata-rata udah punya pikiran kelewat mateng. Hem, bisa engga ya ngejer orang-orang kaya mereka? Berlari? Ah, ga perlu kayanya, jalan kaki mungkin bisa lebih baik.(Wkakaka, pembenaran)

Move It. Anak kebumen yang terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Statistik UII. Kalo soal perkenalan dengan ini anak, udah lama banget, maklum dia ini temen satu jurusan anak kostku. Ya jadi lumayan sering liat mukanya. Ada satu kehandalan dan kehebatan dari ini anak, tak ada satu pun anak-anak KKN yang bisa menang sindiran dari dia, pokoknya menurutku itulah bakat yang paling langka. Dia ini (mungkin) paling disukai, karena pikirannya yang rilex dan sederhana, dan kalo bicara soal gurauan, dipunggungnya pasti ada nomer satu. Oh ya, ada satu hal yang masih tak inget dari dia, “kurang ajar kabur seenaknya”. Tapi kalo soal akrab, dia ini yang paling akrab sampe sekarang, ya bisa dibilang masih lumayan sering ketemu, karena bagaimanapun juga kami berdua masih akrab sama kampus, mungkin pihak kampus masih enggan melepas orang-orang ganteng ini, pokonya ga nyangka aja bisa kuliah sampe 6 taun. Oh ibu, maafkan anakmu ini…

Herry. Ini orang punya jabatan tepat dibelakang Aan, yap dia ini wakil ketua kami. Anak jurusan mesin. Tak banyak juga ingatan yang bisa tak inget tentang temenku yang ini, maklum jarang ngobrol juga. Oh ya, ini anak sama rajinnya seperti ketua kami dan juga dia ini temen yang sama seringnya nginep di tempat KKN, aku ga tau motifnya kenapa di lebih seneng nginep, entah itu demi ngirit bensin or males balik sendiri (sebenernya itu motifku). Ya, setidaknya ada temen lah buat nonton bola (bareng mas irfan dan mas dwi juga). Tambahan, dulu kala kami pernah nyari belut disawah, maklum jiwa petualang kami terpanggil waktu diajak iseng nyari binatang licin itu. Hem, kadang di pikir kaya ga ada kerjaan yang lain aja, bukannya takut kotor tapi aku lupa bawa baju ganti..

Lia. Saudara-saudara sekalian, ini perempuan adalah penumpang setiaku. Maklum aku ini seksi antar jemput buat dia. Awalnya ini kerjaannya mufit tapi kurang ajar langsung dilimpahkan tanpa ngobrol dulu. Ya, bukanya ga suka dan ga iklas, tapi jujur nyetir motorku itu belom bener, masih sering goyang (wong ibuku aja ga berani bonceng kalo yang nyetir aku). Karena sering ketemunya ini, jadi lumayan kenal en tiap harinya tambah deket (tapi belom ke taraf intim), ya setidaknya ada temen yang bisa tak ajak ngobrol waktu dirasa perjalan pulang adalah suasana yang paling menyuntukan, maklum rutinatas buat nyambi ‘pemandangan’ udah selese. Ini anak ternyata satu fakultas denganku, tapi ko ga pernah liat ya?, oh, mungkin Tuhan ada rencana, toh aku juga orangnya jarang ‘jelalatan’, jadi mana mungkin ngliat sampe lintas jurusan wong satu jurusan aja banyak yang ga apal. Dan tentang cerita terakhir kami, hanya Allah yang tau buat apa aku kenal dia. “ Tuhan, cara Engkau bergurau denganku .. Keren” Wkakakakakaka.

Yudi panjangnya Andi M. Wahyudi. Ini anak pendonor fasilitas nomer satu, maklum dia banyak dapet barang warisan dari saudara-saudaranya, seperti kamera panasonik yang bikin jiwa-jiwa narsis begitu terhibur. Kalo tentang dia lebih banyak obrolan yang biasa atau bisa dibilang ga ribet, ga komplek, cenderung sederhana dan humoris. Dia ini orangnya seneng mainan sulap, kayangnya cita-cita terpendam, sampe orang yang baru bangun tidur pun tak terlewat untuk dia ‘tipu’. Ada satu lagi obsesi ini anak, klo menurutku malah terlalu abnormal, masak tertarik buat nyari hantu, malah ngajak nyarinya dikuburan yang ada didusun Sumber Kidul (katannya aura setannya dapet). Pokonya obsesi ini yang paling gawat kalo menurutku, apalagi aku ini orangnya phobia akut sama yang ‘halus-halus’ gitu. Hem, hanya Tuhan yang tau obsesi dia yang lain.

Nuril Laela Kurniati. Panjang tenan ini nama. Inilah rekan Nining yang satu lagi. Anak jurusan farmasi 2002. Hem, aku ga banyak inget tentang ini perempuan, maklum jarang ngobrol juga, apa lagi ga pernah piket bareng, palingan juga kalo ngliat dihari yang dirasa wajib buat semua anak KKN dateng. Kalo ada yang tak inget dari ini pertempuan cuman pakeannya aja, maklum aku pertama kali punya temen yang dandananya ‘asing’. Kalo menurut kamus bahasa Indonesia, itu pakean namanya Jilbab. Hem, seperti itu ya namanya jilbab, tak kirain yang namanya jilbab itu yang sering tak liat dikampusku, yang aksesorisnya ga ketulungan rame. Oy, kayanya ada tulisan yang cocok buat nggambarin Nuril (lupa ngutip dari buku/bacaan apa).“Jilbab itu, jilbab yang selalu engkau kenakan.Yang selalu saja membuatmu terasa….ahh, lupa, ya udahlah. Oy satu lagi yang tak inget dari ini perempuan, dia ini anak organisasi di fakultasnya, pantes kalo rapat suaranya nyaring sekali.

4. The Journey

Tentang perjalanan selama KKN, ga banyak yang berbeda dengan kegiatan rutin lainnya. Palingan nyiapin program rencana, pokonya pekerjaan yang udah ada di jadwal harus sesuai target, maklum khawatir kena SIDAK. Tiap anak punya program beda-beda (kecuali punya alibi yang ga ketulungan hebat buat LPM). Yang kuingat dari program anak-anak itu; ada yang ngadain bimbingan belajar, penyuluhan KB, ngurusin pembuatan Akte, kotak P3K, tempat sampah, verboden, ngecet gerbang makam (kuburan.Red), abate, ngukur tensi orang, ngecek kadar yodium garam, en bikin papan skor. Itu baru satu program, nah kadang tiap orang punya 2 sanpe lebih program. Yang tak inget itu programnya Iim, banyak tenan.

Kalo tentang program unit kami, kami punya kerjaan bikin papan jimpitan, ya sejenis tempat pengadaan sumbangan ronda. Kalo program satunya itu bikin/nerusin pembuatan saluran sejenis selokan. Di program inilah rasanya beneran jadi kuli. Udah panas, ngangkut2 batu, nyangkul, ngangkut adukan semen.. tapi untungnya banyak yang bantu kerja.. jadi ga terlalu numpuk capenya. Oy, dana yang kami gunakan untuk pembuatan selokan itu dari bazaar pakean, alhamdulillah laku banyak, jadi dana yang kekumpul juga lumayan. Nah waktu bazaar itulah keliatan mana yang punya mental dagang, kalo ditanya sapa yang paling nomer 1? Pastinya si Kholis, seperti yang udah tak omongin diatas kalo soal perniagaan itu serahkan saja pada ahlinya, “kita sambut, Kholis”

Kalo diinget lagi, kami mulai akrab itu kapan jelasnya aku ga tau, pokonya tau-tau udah nyampur dan saling sapa aja. Mungkin sebenernya udah ada didarah kami yang orang Indonesia ini, yup gotong royong yang katanya warisan nenek moyang itu, jadi dengan secara alami semuanya bisa saling diandalkan dan mengandalakan. Karena maklum, tiap program yang dikerjain sama rekan-rekanku itu kebanyakan membutuhkan uluran tangan, ya, walau ada sebagian yang sendiri saja juga mampu, tapi mungkin agak kaku kalo ngerjain program cuman sendirian, apa lagi kalo programnya lintas Rt/Rw.

Oy, ada yang pengen tak ceritai lagi. Dulu pembimbing kami pernah main ke posko kami, sebenernya itu karena di telpon sama anak-anak (pake HP’y Yudi tapi yang ngomong Nining). Wao., beneran bapaknya dateng sorenya, kata bapaknya sih habis latihan manasik haji, tapi dibela-belain dateng buat kami (bapak,.. membuatku merasa terharu). Dan setelah sholat magrib, kami semua ngumpul di balairung (ruang tamu), ngobrol sama bapak Bagya, ya seputar KKN, kendala-kendala atau ada masalah ngga sama warganya. Setelah agak lamaan ngobrol, ternyata selera humor itu bapak kelewat tinggi, aku yang kalo ketawa kaya ga tau tempat (terlalu keras) sampe di ingetin sama Aan beberapa kali. Dan yang paling keren itu Mufit, itu bocah masih sempet-sempetnya nanggepin gurauan pak Bagya (keren, kuacungkan keempat jempolku). Ada satu gurauannya pak Bagya yang masih tak inget, masalah setan, gini bunyinya “setan itu ada tiga jenis; yang pertama setan yang takut sama ayat kursi, terus setan yang takut dilempar kursi dan yang terakhir setan yang takut kehilangan kursi”. Kakaka, bapak ini, satirnya kelewatan kalo didengerin anggota DPR kita.

5. Resonansi

Tak dirasa dan dikira, waktu KKN kami terasa begitu cepat, tinggal beberapa minggu lagi kerjaan kami pada kelar. Tapi jujur, ada yang tak liat aneh “kok jam unit tumpang tindih sama jam individu, apa ga bikin masalah kalo SIDAK datang?” Tapi udahlah, yang penting bisa ngasih alesan yang masuk akal aja, yap pinter-pinter berwacana ria saja. Nah selama KKN itu kadang kami ikut kegiatan/acara yang diadain dusun kami, dari yang posyandu, nimbrung di rapat ibu-ibu PKK, sampe mbantu nyiapin acara pengajian ‘Tiga Sumber’.. wah, bener-bener baru kali itu aku rasanya bisa berguna..

Dan tibalah kami dibulan Mei, ya, bulan dimana ada empat anak yang ngrayain ‘pengulangan kelahiran’, tapi sayang ga ada yang ngadain acara makan-makan biar itu cuman di angkringan. Waktu bulan Mei udah kerasa akhirnya, anak-anak pada mulai sibuk ngberesin program masing-masing, dalam arti “apakah programku udah fik tetek bengeknya?”, maklum saja sampe mendekati akhir bulan itu tim SIDAK belom juga ‘bertamu’ ke pos kami. Aneh sebenernya, apalagi gosipnya SIDAK udah nyampe ke unit-unit yang poskonya ga jauh dari tempat kami. Doanya sih SIDAK lupa, en kalo perlu nyasar keman gitu, ke Klaten kalo bisa.

Dipagi hari yang sepi, maklum Weekend (beh, English), jadi wajar saja orang banyak yang akrab sama kasur tercintanya. Dan tibalah ‘tamu’ itu, sebuah atraksi alam terjadi tanpa pake acara ketuk pintu, langsung ngomong “selamat pagi”. Dan orang-orang pun berhamburan keluar dari rumah (beruntunglah yang bisa keluar) dan berlari, ya berlari sejauh mereka mampu, karena saat itu ada berita yang menakutkan kalo air laut mulai naik ke daratan. Ini bisa dimaklumi karena dua tahun sebelumnya sebuah provinsi di ujung barat Indonesia luluh lantak karena air yang ‘jalan-jalan’ ditengah kota. Awalnya, kukira getaran itu karena Merapi muntah darah, maklum tak liatin tiap hari itu gunung ‘Ngroko’ terus, jadi wajarlah kalo aku mikir itu gunung paru-parunya udah koleps dan remuk. Tapi ternyata diujung selatan ada panggilan alam, dan itulah yang membuat senyum sebagian orang hilang.

Apakah arti dari itu, aku sendiri tak tahu, karena aku bukan orang bijak yang bisa menerjemahkan setiap kalimat Tuhan. Mungkin dan pasti ada yang bisa menjelaskan artinya, entah itu sebagai pengingat, ujian, azab atau lainnya, yang pasti juga ‘kalimat’ yang kejadiannya cuman 59 detik itu membuat sebagian orang merasa kehilangan, entah itu harta, nyawa, saudara atau sesuatu yang lebih berharga dari itu semua, karena setiap orang selalu merasa memiliki sesuatu. Jujur aku ga berani ngomong “yang datang Dari-Nya, akan kembali Pada-Nya pula”. Mungkin bagi sebagian orang ini mudah, namun saat aku melihat tangis dan ketakutan mereka, tak kukira ternyata aku pun setakut ini akan arti kehilangan.

Itulah cerita, mungkin telah menjadi cermin yang baik, dengan segala syukur kuucap “terima kasih untuk yang kedua ini”, namun maaf “aku belum mengerti bahasa-MU”. Dan kami, orang-orang yang tergabung dalam perkumpulan itu, satu persatu menghilang, mungkin hanya tertinggal beberapa saja yang masih singgah di pos kami. Sebenernya ada yang baru kumengerti sekarang, dulu kuingat sebuah keegoisan yang kuucap tanpa berfikir pake otak, saat kuminta temanku untuk datang, tanpa peduli betapa kalutnya dia karena harus menjaga adik-adiknya yang ada di Jogja. Ahh, itulah kebodohan dari sekian kebodohan yang kukenal dua tahun silam.

Setelah keadaan dirasa sudah lumayan kondusif, satu per satu anggota kami pun terkumpul kembali. Dan mereka kembali sebagai pahlawan (kalo menurutku), karena tanpa meminta sanjungan atau promosi nama seperti banyak ‘pahlawan’ jaman sekarang (mungkin karena bangun terlalu siang). Mungkin benar hal pokok itu tidak selalu harus berhubungan dengan “seberapa banyak” tapi “seberap mampu dan ikhlas”. Karena pada masa itulah aku melihat apa yang belum pernah kulihat pada diri mereka selama KKN, dari sikap cuek dan masa bodoh mereka selama ini, ternyata mereka lebih mampu untuk melukis senyum dan tawa pada yang lain. Ya, sesuatu yang sangat berharga dikala itu, dimana itulah yang membuat jiwa tetap dalam ‘tempat’ yang sehat. Namun tentang pandangan ini, kurasa orang lain lebih mampu untuk menjelaskannya, karena bagaimanapun juga aku ini orang yang sedikit warna dan hanya memiliki sedikit ilmu.

6. Anti-Klimaks

Akhir itupun datang, ya, akhir dari sesuatu yang memiliki awal. Dan memang kami akan saling menjauh dan melupakan. Ahh, itu kalimat terlalu sentimental sekali, tapi memang kami akan saling menjauh karena bagaimanapun juga acara ceremony itu telah selesai. Kerjaan kami yang terakhir itu bikin laporan kerja, sejenis laporan aktivitas kami selama tiga bulan itu. Dan tanpa acara tunjuk menunjuk, kamer kost mufti dijadikan pangkalan. Beh, yang tak liat dihari itu “ketuaku memang bener-bener rajin”, yap dialah yang ngurus format laporan kami, tugas kami cuman ngasih yang udah kami bikin, perkara bener ga bentuknya, itulah gunanya orang-orang berpengalaman, sebenernya yang aneh itu “kemana semua para sekretaris?”.

Setelah laporan dirasa mumpuni or udah fik, kami serahkan itu laporan ke bapak bagya tercinta, karena ditanganyalah kehendak untuk memberi kami nilai ada. Beberapa hari setelah penyerahan laporan itu, kami pun mengikuti, apa ya namanya…lupa??? Wah gawat, ingatanku mulai turun, padahal umurku baru dua empat. Oy, responsi, ini sejenis ujian, tapi waktu disana (kami responsinya di masjid kampus yang ada di jalan Cik Ditiro), ehh cuman ditanya “programnya apa? Udah selesai berapa jam?” cuman itu tok, padahal anak-anak udah belajar banyak, dari mulai nama pak dukuhnya, ketua Rt/Rw’nya dan tetek bengek lainya. Tapi Alhamdulliah kami lulus dengan nilai yang memuaskan.

Setelah acara responsi selesai, kami ngadain acara perpisahan. Mungkin ini terlihat terlalu melodramatis, tapi itulah yang paling membuatku tersentuh, tapi anehnya ga bisa nangis (ternyata air mataku bukan untuk tertuang dihari itu, kekeke sentimentilnya), padahal ngliat temen-temen sebelah udah pada terisak-isak sendu. Yang tak inget itu kalimat-kalimat yang Aan ucap, ngingetin aku sama seniorku zaman SMA, setiap acara renungan malam, gila pada nangis semua, hebat tenan psikologinya seniorku itu. Ahh, itulah kenangan, sesuatu yang terkadang ada untuk dilupakan, namun apakah benar manusia itu bisa melupakan?

Namun jika ada kata yang pengen tak ucap waktu malem itu “Terima kasih”, ya, kata terima kasih untuk sesuatu yang selalu ikhlas, sesuatu yang membuatku lebih lama bisa tidur siang dan malam. Oh ya, tidak ketinggalan, terima kasih untuk teh manis hangat yang selalu ada untukku dan mereka. Bu edy dan keluarga, terima kasih untuk kerelaan yang ibu dan keluarga tuangkan pada kami. Maaf jika kami tak sedikitpun mampu membalasnya, karena tak ada satupun dari yang kami miliki mampu untuk mengganti apa yang pernah ibu dan keluarga beri. Dan jika ada sifatku dan mungkin mereka dirasa kurang berkenan dihati, maaf dan maafkanlah semuanya, karena dengan keterbatasan yang ada, terkadang kami lupa dimana kami berteduh saat itu. Oy mas irfan, lupa “mas bisa minta ukirannya ngga?” maksud hati pengenya beli, tapi sayang belum jadi bank berjalan je.

7. Sisipan

Setelah KKN benar-benar telah menjadi kenangan (beh, judul lagu banget). Awalnya aku lumayan sering pergi kesana, yah, mungkin karena sebuah kenangan yang membuatku ingin kesana. Kadang rombongan kadang sendiri juga, bahasa sentimentilnya “mencari diri yang rasanya terbuang”, kakakaka kalimatnya. Yah, tapi itulah kerjaanku, maklum setelah akhir KKN aku dapet salam, salam dari yang bernama “ternyata cuma mimpi”. Ahh, sial tenyata aku masih tidur, tak kira selama KKN itu aku udah bangun, apalagi harus melihat effect dari apa yang disebut Adi “sedikit warna”. Tapi memang, setelah KKN aku dan mereka sesekali mampir kesana, banyaknya sih setelah lebaran.

Oy, pernah ada yang ngadain acara, ada yang syukuran karena “akhirnya lulus”, yap sesuatu yang memang layak untuk di syukuri karena bagaimanapun juga ga semua orang jalan buat lulus lancar sekali. Malah setelah 6 taun baru kelar, itu juga karena sering di’teror’ sama orang tua “kapan lulus?”, ahh, klimat itu rasanya bikin telinga terasa lebih gatel. Nah, acara ini woro-woronya sih mo diadakan di.. mana ya?? Ah lupa lagi, tapi kalo ga salah inget pokoknya didaerah Klaten. Tapi terjadi perubahan rencana, dikarenakan yang dateng terlalu sedikit, cuman 6 orang dari 13 orang, dimaklumi juga sih udah ada yang lulus duluan. Dan tempat makan pun berubah, kemana kami makan? Yap kami ‘terdampar’ di daerah Depok, sebuah pantai yang ada di sebelah barat Parangtritis, atau lebih umumnya disebut pasar ikan.

Nah, waktu mo berangkat makan-makan ini, aku udah nyiapin perut kosong, biar maksimal. Tapi mo apa dikata, ya Allah lamanya makanannya mateng, lapar berat. Setelah satu jam menunggu “akhirnya datang juga”, satu porsi ikan bakar (gedenya), udang dan lainnya. Beh, pertamanya nafsu berat, maklum cacing yang ada diperutku udah pada demo, makanya perutku kerasa berisik. Pas udah makan, ehh.. makanku tenyata sedikit sekali, padahal ikannya masih banyak banget, kalo bicara nafsu sih ada, tapi sayang selera makannya udah ilang. Ternyata salah perkiraan, kalo perut laper dipagi hari, lambungnya ga gede-gede amat, bisa dibilang “setidaknya tadi pagi itu makan apaan gitu, buat nglebarin perut”, tapi mau apa dikata, “terjadi maka terjadilah”, selese.

Dan disana ada satu tontonan, “ya Tuhan apa mereka itu ga kenal kata kenyang?”, sumpah ikan yang bisa buat makan banyak orang disikat habis sama mereka berdua. Heran sebenernya, tapi memang mereka berdua terlihat ‘makmur’ kala itu, padahal salah satunya dulu ga punya pipi selebar itu. Mungkin diharap maklum sih, orang lagi bahagia doyan makan (tak kirain yang stress aja yang doyan makan), apalagi setelah dibandingin lewat poto, hem, emang bener ada yang nambah. Tapi kok aku ga nambah-nambah ya, padahal aku makannya lumayan banyak sekarang, apa karena ga pernah merasa bahagia ya? Ahh, sentimentil sekali, paling rasional itu cek ke dokter, terus nanya “dok, diperutku ini ada cacingnya ngga ya dok, masalahnya berat badan saya stagnan di 60 terus, udah dua taun loh dok?”

8. Titik Nol

Ahh, suara detak jam itu, selalu saja terdengar berisik, apalagi saat kulihat kalender, semuanya sudah terlalu lama untuk diceritakan kembali. Waktu, ya, diantara yang terus berjalan ini, aku tak tahu lagi telah sejauh apa semunya menjadi yang disebut “kenangan”, sebuah kenangan akan keberadaan dan kerinduan bagiku. Pernah saat kuinjakan lagi sepasang kakiku ini dilantai yang dulu kudengar ramai, ya diantara ruang-ruang itu aku mengingat mereka semua, diantara yang diam itu pernah kulihat tawa dan senyum mereka saat makan malam itu ada, dan dalam kekosongannya pula ada sebuah ‘nafas’ yang rasanya aneh untuk kubayangkan jika dulu aku pernah merasakannya. Ahh, mungkin itu hanya mimpiku, apalagi aku adalah seseorang yang rasanya begitu akrab dengan bantal-bantal yang ada diruang berkarpet hijau itu.

Dimanakah semuanya akan bermuara? Aku tak tahu tentang itu, toh aku pun masih sering bertanya untuk hal-hal yang rasanya terasa asing untukku yang sekarang. Sebenernya aku tak lagi ingin mengingat ataupun berfikir jika apa yang ada disana hanyalah sebuah ‘cerita’, sesuatu yang memang layak untuk kuhilangkan, karena bagaimanapun juga adalah sebuah keanehan jika aku menginginkan semuanya kembali pada suatu titik awal, dimana semuanya masih mungkin bisa kunikmati, dan tentang ceritanya bisa kubelokkan sedikit, walau aku sendiri tak begitu tahu arti dari kata “sedikit”?

Mungkin hanya “yang kalah” yang menginginkan semuanya kembali, seseorang yang enggan untuk melangkah lebih jauh, entah karena terlalu takut atau tak bisa meninggalkan apa yang pernah dirasakan itu. Memang semuanya telah seperti ‘omong kosong’, dan karena itu pantaslah jika angin-angin yang membawa kenangan itu tak lagi kurasakan ada dirumah itu, apa lagi saat aku berfikir jika disana, diantara banyaknya didinding yang membentuknya, pernah kulihat seseorang menyandarkan keletihannya, atau saat aku berdiri disalah satu pintu yang ada, ternyata hanya untuk dilewati. Jika ada kalimat yang paling jelas untuk kutuangkan, hanyalah sebuah kata maaf untuk diriku sendiri untuk sesuatu yang membuatku ‘hilang’ sekarang. Kekekeeke, kalimat super dramatis…

Ahh, rasanya sudah terlalu panjang narasi yang terkesan melodramatis itu, tapi itulah yang tersisa diingatanku sekarang, dari sekian hal yang memang tak bisa kulupakan. Aku tak tahu apakah semuanya memang ada untuk menjadi ‘yang lama’?, entahlah, mungkin juga karena tak ada cerita yang lebih ‘bernilai’ dari kenangan itu, atau memang aku enggan untuk ‘menutupnya’ dan menjadikannya sebuah buku yang berjudul ‘Immemorial’. Namun cerita yang mungkin telah menjadi usang untuk sebagian orang ini, rasanya aku memang hidup dalam ‘keanehan’ yang tak bisa kumaafkan, apalagi saat kubuka mata dan mendapati semunya telah pergi.

Wah, tak kukira jika tulisanku sudah sepanjang ini, dan tentang apakah semua orang yang dulu kupanggil ‘rekan’ telah melupakan semuanya, ahh itu bukan hakku untuk mengatur setiap memori orang menjadi yang sama sepertiku, karena bagimanapun juga adalah hak mereka untuk menganggap apa yang ada disana itu sebagai ‘apa’.

Sekarang semuannya akan semakin jarang untuk didengar, karena waktu yang semakin cepat berjalan ini semakin membawaku pada masa yang berbeda. Semuannya akan terus berubah dan mungkin kenangan masa lalu pun akan berubah menjadi sesuatu yang biasa dan dilupakan, namun terharap kenangan itu akan selalu tersimpan disatu sudut yang tak mungkin terbuang ( sedap, kalimatnya ). Semoga selalu sama, itu yang terharap seperti pagi yang selalu datang dan bercerita tentang langit, embun dan matahari. Tentang tawa, cerita dan banyak hal lain yang mungkin hanya bisa dirasa, ‘persahabatan’, ya, pada kata yang terdengar sangat sentimentil itu, yang kurasa terlalu lembut walau mungkin tak selembut debu yang terbang bersama angin, namun kenangannya entah akan selalu membawaku dan mereka kemana, namun mungkin akan membawa kami terbang dalam mimpi masing-masing. Yang tersisa hanyalah foto-foto yang akan membuat tawaku ada.

Hahaha, kelewat sentimentil dan melodramatis, Ahh ‘Cinta’ memang terlalu egois

2 komentar:

Anonim mengatakan...

wedew, hobi banget kalo ngomong ttg "KKN", to the point aja nape bro.,
wekkekkeekk

koestomo mengatakan...

tuh ttng hdup..