Minggu, 28 Juni 2009

Angel

“Malaikat”

Date: 00:37 WIB; 27 June 2009


Makhluk ini di ceritakan memiliki sayap, entah berapa banyak namun dari apa yang aku ketahui makhluk ini memiliki empat pasang sayap, entah dimana saja sayapnya itu menjulang. Dan yang pasti mungkin sedikit berbeda dari gambaran manusia yang memang belum pernah sekalipun melihat Malaikat. Makhluk ini yang di ciptakan dari cahaya dan mungkin sangat menyilaukan saat menatapnya, dan mungkin lebih menyilaukan dari Matahari. Mungkin.


Tapi malam ini aku tak sedang bercerita tentang Makhluk ini, karena aku memang sedikit sekali mengetahui nama-nama Malaikat yang Wajib ku Imani, terlebih lagi tugas mereka yang entah apa saja. Yang akan kuceritakan hanya tentang seseorang yang mungkin sedang “sesat” jalan, karena sebuah peran yang tak di mengerti, dan mungkin sangat tidak sengaja “terjatuh” pada sebuah dunia yang sedang bercerita tentang kesedihan seseorang akan cinta yang telah hilang, berlalu pergi karena yang dicintai memilih pergi.


Dari percakapan-percakapan denganyalah kata “Malaikat” meluncur dan mendarat pada dadaku. Lucu dan sebenarnya tak ada yang sungguh istimewa dengan apa yang kulakukan untuk seseorang ini. Aku hanya berada di waktu yang tepat untuk membuatku cukup layak menyandang nama itu, karena sebenarnya aku hanyalah manusia yang telah lupa arti kata ”Optimis” atau sederhananya lagi aku hanyalah seorang pesimis.


Ya, aku datang di dunia nona manis ini dalam keadaan yang sangat pesimis, karena itu aku sering bertanya ”kenapa harus aku?”. Itulah pertanyaan yang masih saja berulang di kepalaku, karena aku tahu masih banyak orang yang lebih hebat dan sangat optimis dalam berfikir, dan terlebih lagi dalam berpetuah bijak. Dan aku jauh dari itu semua.


Kepesimisanku berasal dari sebuah mimpi yang menggantung, dari mimpi-mimpi yang tak bisa kuusahakan, dan sayangnya tak bisa kukubur dalam liang paling dalam yang bisa kugali. Aku tak bisa menguburnya karena aku tak bisa membunuh juga harapan yang pernah ada, bukanya mati malah harapan itu tumbuh makin tinggi saat coba ku ingkari kalau dulu pernah ada.


Namun seiring percakapan-percakapan dengan nona manis itu aku tahu kalau kami tak jauh berbeda dalam berfikir. Saat ia menuliskan tentang hal-hal yang ia rasakan setelah yang tercinta itu pergi, aku berkata dalam hati ”ini mirip sekali denganku”. Dan entah kesurupan apa dan apa, aku menemaninya bercerita tentang banyak hal, walau lebih dominan masih tentang hati. Dan benar semakin kuakrabi nona ini makin terlihat kalau ia mirip denganku, terlebih lagi cara ia memandang harapan yang entah masih ada atau tidak, karena kami merasa yakin kalau kami tak cukup layak untuk orang yang kami cintai.


Aku, aku pernah jatuh hati pada seseorang yang dulu kukenal singkat. Anaknya berbeda dan pertama kali kulihat jika yang ”tertutup” pun bisa tetap terlihat indah walau dengan batasan-batasan yang pasti. Ia, yang mungkin jarang sekali tersenyum padaku, namun bukan berarti tak pernah tertawa dengan kalimat yang pernah kuucapakan saat kami ada dalam sebuah percakapan. Ia yang telah banyak kutulis dalam puluhan lembar halaman buku catatanku, dimana tak satupun bercerita tentang keinginan untuk tetap berharap. Aku takut berharap karena aku merasa jika aku tak cukup layak untuk mengisi ruang kosong di hatinya, yang memang saat itu masihlah kosong. Ia yang tergambar pada langit soreku yang singkat, dimana tak banyak kata yang ia ucap, senyum yang ia beri, namun dalam malamku ia selalu ada untuk kurindu, terlebih lagi saat aku dengar lantunan lagu ”Sandaran Hati” Letto, ia terasa menjadi yang menyesakan sekali. Ah, aku memang telah jatuh hati.


Namun tak sekali pun aku bergerak menuju arahnya, hanya diam termangu memandangi jasad dan jiwanya yang tiap detiknya semakin menjauh. Karena aku, karena aku mesih tetap memeluk kebodohanku dimana list dosa dan hal-hal yang kurang dan memang kurang dimatanya tak juga kuusahakan untuk sedikit demi sedikit aku kurangi. Aku tetap sama, dan mungkin tak juga menjadi baik. Jadi mungkin wajar jika akhirnya aku hilang dalam ingatannya, dan itu tak bisa kutawar sama sekali. Bukan karena Tuhan kejam, namun aku yang kejam terhadap diriku sendiri.


Ia yang masih saja kupandangi fotonya. Dan ada satu foto yang masih membuatku terpesona dan terperangah herah. Foto saat ia memakan kerudung dan kebaya warna merah muda, ia sangat menawan sekali terlebih lagi dengan senyumnya yang kadang ala kadarnya itu, Subhanallah ia sangat indah Tuhan, siapakah yang kelak menghalalkanya?


Itulah, cerita tentang awal dari sebuah kepesimisan yang masih kujalani sampai sekarang. Dan tak sedikit pun aku berusaha untuk bangun dari lelapnya rayuan mimpi yang memang manis. Mungkin yang terjadi hanyalah aku yang akan bersedih atau mungkin menangis saat ia kujumpai sedang berbahagia pada dekap peluk seseorang. Seperti sebuah kalimat yang pernah ia katakan setahun yang lalu, dimana mataku mulai basah saat mendengar dan berfikir jika ia memang bukan untuk kumiliki lengkap. Ia ada hanya untuk kurasakan. Dan mungkin sebenarnya itu telah cukup mewah untukku yang sebiasa dan sedikit warna ini, namun entahlah.


Kembali ke tema awal.

Jadi sebenarnya apa pun yang aku lakukan untuk nona manis ini memang bukan hal besar, aku hanya tak sungguh tega melihat orang yang sama menderitanya sepertiku, menjadi pesimis itu tak ada indahnya sama sekali, hanya berisi kehampaan di beberapa sudut atau mungkin di semua sudut yang pernah terisi.


Dan tentang jawaban ”untuk apa aku berada disisni, dan kenapa harus aku?”, entah jawaban sebenarnya seperti apa, namun mungkin aku memang harus ada untuk mengerti dan belajar membahagiakan orang lain yang sedang di landa keresahan yang sama sepertiku. Dan jika itu berhasil pada nona manis ini, mungkin itu juga berhasil untuk diriku. Wallahualam..


Dan sekali lagi perlu kukatan; ”Aku ini bukan ”Malaikat” karena aku tidak memiliki satu pasang pun sayap, aku sama sepertimu, hanya makhluk Tuhan yang bernama ”Manusia”. Dan tentang semua yang terasa hebat untuk kita rasakan dulu kala melalui percakapan-percakapan itu, sekali lagi semuanya hanyalah kebetulan.”


Last: Selamat Tidur Untuk ”Yang Terlewatkan”

Tidak ada komentar: