Jumat, 19 Juni 2009

pagi

Suara dentingan jam di dinding kamar yang kosong. Tak ada pengap karena memang masih terlalu pagi. Seseorang itu beranjak, melangkah menuju cermin yang ada di sebelah barat kamarnya. Menatap, menatap lama memandangi gurat wajah yang sepertinya tak berubah, hanya kumpulan jerawat yang masih akrab mendarat di wajahnya, Alhamdulillah tak lebih banyak dari bertahun yang lalu.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hari itu terasa lembab, pagi yang mungkin tak sungguh cerah karena ada awan-awan yang berwarna gelap singgah, entah untuk apa, apakah akan mengalirkan hujan diwaktu yang terasa kosong ini? Entahlah.


Ingin rasanya tidur kembali, karena bagaimanapun juga kantuk itu masih jelas kurasakan dari perihnya mata ini. Tapi sepertinya aku ingin bangun, dan memandangi wajahku yang masih saja sama, lesu tanpa ada gurat semangat yang bisa dikatakan. Masih sama, mungkin sudah tergambar lama dari pengharapan-perharapan yang mulai usang, ketika melihat satu per satu hilang melintasi waktuku, begitu cepat dan kadang terlihat mengenaskan.


Coba menyalakan komputer yang ada di sisi sebelah selatan kamarku. Menunggunya sampai siap untuk di gunakan, maklum komputerku bukanlah produk paling up to date, hanya sebuah mahakarya mutahir untuk masa beberapa tahun yang lalu. Namun tak apalah, banyak hal bisa kunikmati walau terbatas, apalagi aku tak mengerti benar tentang elektronik, aku hanya pengikut alur yang hanya penikmat tanpa protes sedikitpun.


Menyalakan play list Jet Audio’ku, mencari list yang rasanya cocok untuk kudengar di pagi ini. Ah, rasanya lagu-lagu rock cukup bisa membuatku makin terbangun. System of Down dan beberapa lagu Slipknot, walau tak mengerti liriknya namun coba kunikmati, karena memang aku hanya penikmat. Untuk lagu SOD aku lebih suka mendengarkan lagu Chop sue (bener ga gini nulisnya?), tak mengerti semua liriknya namun ada bagian yang kuingat terus “When Angel decent to Died”, dan benar Malaikat pun bukan makhluk abadi yang suatu kala akan hilang karena berakhirnya semua kejadian. Sedangkan untuk Slipknot lebih suka mendengar lagu Vermillion Part 1 dan 2.


Dan benar aku pun ikut berteriak-triak dengan suaraku yang sebenarnya sangat parau dan rusak. Tapi tak apalah, sedikit menikmati musik di pagi hari.


Jam sudah menunjukan pulul 7 pagi, langsung saja kunyalakan radio yang tepat ada di sebelah komputerku dan mendengar suara penyiar favoritku. Setiap pagi, radio adalah sesuatu yang penting karena dari sanalah aku tahu perkembangan musik negeriku Indonesia. Dari sekian banyak penyiar Geronimo aku lebih suka mendengar suara Ela yang cempreng, lebih menghibur dan tak pernah berubah dari pertama kali kudatang ke tanah Jogja. Namun ada yang kurang kusukai saat mendengar lantunan lagu bangsaku di pagi hari, lagu tentang patah hati lebih dominan dari jenis lagu manapun, apa sebegini besarkan dominasi musik yang biasa temanku sebut “cengeng”? Mungkin juga, tapi ini juga di dukung oleh watak orang Indonesia yang memang “Mellow Society”.


Waktu makin cepat saja berjalan, dan aku pun bergegas mandi walau kemungkinan mengantri kamar mandi sangatlah mustahil di kost’ku ini. Kebanyakan dari mereka masih mengakrabi bantal dan serius mengukur panjang tempat tidur mereka.


Mandi telah selesai, dan dengan tempo yang sesingkat-singkatnya kukenakan kemeja dan lain sebagainya yang membuat penampilanku bisa di bilang rapi. 5 menit dirasa cukup untuk menyelesaikan semua itu.


Kusambar tas yang telah kusiapkan dari semalam dimana didalam tas itu berisi laporan Tugas Akhirku. Mengambil kunci motor dan helm kemudian bergegas menuju parkiran motor. Tak lama, hanya beberapa menit kupanaskan motor yang beberapa bulan sebelumnya pernah kuadu dengan mobil angkot. Dan lansung saja bergegas menuju kampusku..


Sesampainya disana kulihat seorang teman sedang duduk di depan ruang jurusan teknik sipil, seperti biasa menunggu dosen kami datang. Biasa kuhabiskan waktu menunggu itu dengan berbincang dengannya, seorang perempuan yang baru kuakrabi sebulan yang lalu, walau sebenarnya ia satu angkatan denganku. Bersama Wita ku coba menhilangkan rasa jenuh karena sebuah penantian, tapi lebih banyak aku hanya diam dan mendengar cerita-ceritanya karena aku masihlah mengantuk. Dan biasanya beberapa saat kemudian datang lagi teman kami yang lain, Jauhari atau biasa kupanggil Jo si anak Sumbawa.


Ceritaku, disebuah pagi, disebuah kota dan disebuah masa…

Ah, aku masih mengantuk

Tidak ada komentar: